Kajian Ilmu Tauhid, Fiqih dan Tasawuf

Wikipedia

Hasil penelusuran

  • Allah ta'ala berfirman :

    Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (QS Al Mujadalah : 11).

  • Allah ta'ala berfirman :

    Tanyalah ahli ilmu jika kamu tidak tahu (QS Al Anbiya : 7).

  • Sa'id bin Jubair berkata :

    Seseorang senantiasa dikatakan berilmu selama dia terus menuntut ilmu, jika dia berhenti menuntut ilmu karena merasa tidak butuh lagi dan merasa cukup dengan ilmu yang dia miliki maka dia termasuk orang yang paling bodoh.

  • Nabi saw bersabda :

    Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah mendapat kebaikan, maka dia akan difahamkan di dalam ilmu agama.

Sabtu, 30 November 2024

TAFSIR IBNU KATSIR [TAFSIR AL QUR'AN AL 'ADZIM]

KAJIAN TAFSIR AL QUR'AN

 TAFSIR IBNU KATSIR

[TAFSIR AL QUR'AN AL 'ADZIM]

Karya al Hafidz al Imam Ibnu Katsir.

Tafsir Surat al Fatihah ayat 1


بسم الله الرحمن  الرحيم

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.

اﻓْﺘَﺘَﺢَ ﺑِﻬَﺎ اﻟﺼَّﺤَﺎﺑَﺔُ ﻛِﺘَﺎﺏَ اﻟﻠﻪِ،

para sahabat membuka kitabullah dengan bismillah

ﻭَاﺗَّﻔَﻖَ اﻟْﻌُﻠَﻤَﺎءُ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﺑَﻌْﺾُ ﺁﻳَﺔٍ ﻣِﻦْ ﺳُﻮْﺭَﺓِ اﻟﻨَّﻤْﻞِ،

dan para ulama sepakat : sesungguhnya bismillah adalah sebagian dari ayat surat an Naml

 ﺛُﻢَّ اﺧْﺘَﻠَﻔُﻮْا:

kemudian mereka berbeda pendapat :

 ﻫَﻞْ ﻫِﻲَ ﺁﻳَﺔٌ ﻣُﺴْﺘَﻘِﻠَّﺔٌ ﻓِﻲْ ﺃَﻭَّﻝِ ﻛُﻞِّ ﺳُﻮْﺭَﺓٍ،

apakah bismillah adalah ayat yang berdiri sendiri di dalam awal setiap surat

ﺃَﻭْ ﻣِﻦْ ﺃَﻭَّﻝِ ﻛُﻞِّ ﺳُﻮْﺭَﺓٍ ﻛُﺘِﺒَﺖْ ﻓِﻲْ ﺃَﻭَّﻟِﻬَﺎ،

atau sebagian dari awal setiap surat yang ditulis pada awalnya

ﺃَﻭْ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﺑَﻌْﺾُ ﺁﻳَﺔٍ ﻣِﻦْ ﺃَﻭَّﻝِ ﻛُﻞِّ ﺳُﻮْﺭَﺓٍ، ﺃَﻭْ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﻛَﺬَﻟِﻚَ ﻓِﻲ اﻟْﻔَﺎﺗِﺤَﺔِ ﺩُﻭْﻥَ ﻏَﻴْﺮِﻫَﺎ،

atau bismillah adalah sebagian dari ayat dari awal setiap surat, atau bismillah seperti demikian hanya di dalam al Fatihah, tidak di dalam selain al Fatihah

أَوْ أَنَّهَا ﻛُﺘِﺒَﺖْ ﻟِﻠْﻔَﺼْﻞِ، لَا ﺃَﻧَّﻬَﺎ  ﺁﻳَﺔٌ؟

atau sesungguhnya bismillah ditulis untuk memisahkan tiap surat, bukan ayat?

ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻗْﻮَاﻝِ ﻟِﻠْﻌُﻠَﻤَﺎءِ ﺳَﻠَﻔًﺎ ﻭَﺧَﻠَﻔًﺎ، ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﻣَﺒْﺴُﻮْﻁٌ ﻓِﻲْ ﻏَﻴْﺮِ ﻫَﺬَا اﻟْﻤَﻮْﺿِﻊِ.

perbedaan pendapat tersebut berdasarkan perkataan-perkataan para ulama zaman salaf dan kholaf, dan yang demikian dikupas tuntas di dalam tempat (kitab) selain ini.

ﻭَﻓِﻲْ ﺳُﻨَﻦِ ﺃَﺑِﻲْ ﺩَاﻭُﺩٍ ﺑِﺈِﺳْﻨَﺎﺩٍ ﺻَﺤِﻴْﺢٍ،

dan di dalam sunan Abu Daud dengan sanad sohih

 ﻋَﻦِ اﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ، ﺭَﺿِﻲَ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ،

dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma :

 ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻛَﺎﻥَ لَا ﻳَﻌْﺮِﻑُ ﻓَﺼْﻞَ اﻟﺴُّﻮْﺭَﺓِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻨْﺰِﻝُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ

sesungguhnya Rasulullah tidak mengetahui pemisah surat sehingga turun kepadanya :

 {ﺑِﺴْﻢِ اﻟﻠﻪِ اﻟﺮﺣﻤﻦِ اﻟﺮَّﺣِﻴْﻢِ}

 

ﻭَﺃَﺧْﺮَﺟَﻪُ اﻟْﺤَﺎﻛِﻢُ ﺃَﺑُﻮْ ﻋَﺒْﺪِ اﻟﻠﻪِ اﻟﻨَّﻴْﺴَﺎﺑُﻮْﺭِﻱُّ ﻓِﻲْ ﻣُﺴْﺘَﺪْﺭَﻛِﻪِ ﺃَﻳْﻀًﺎ  ،

dan al Hakim Abu Abdillah an Naisaburiy telah meriwayatkan hadits yang demikian juga di dalam kitab mustadraknya

ﻭَﺭُﻭِﻱَ ﻣُﺮْسَلًا ﻋَﻦْ ﺳَﻌِﻴْﺪِ ﺑْﻦِ ﺟُﺒَﻴْﺮٍ. ﻭَﻓِﻲْ ﺻَﺤِﻴْﺢِ اﺑْﻦِ ﺧُﺰَﻳْﻤَﺔِ، ﻋَﻦْ ﺃُﻡِّ ﺳَﻠَﻤَﺔَ:

dan telah diriwayatkan secara mursal dari Sa'id bin Jubair, dan di dalam sohih Ibnu Khuzaimah :

ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ اﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺮَﺃَ اﻟْﺒَﺴْﻤَﻠَﺔَ ﻓِﻲْ ﺃَﻭَّﻝِ اﻟْﻔِﺎﺗِﺤَﺔِ ﻓِﻲ الصَّلَاﺓِ ﻭَﻋَﺪَّﻫَﺎ ﺁﻳَﺔً،

sesungguhnya Rasulullah membaca bismillah pada awal al Fatihah di dalam shalat dan menghitungnya satu ayat

ﻟَﻜِﻨَّﻪُ ﻣِﻦْ ﺭِﻭَاﻳَﺔِ ﻋَﻤْﺮِ ﺑْﻦِ ﻫَﺎﺭُﻭْﻥِ اﻟْﺒَﻠّﺨِﻲِّ، ﻭَﻓِﻴْﻪِ ﺿَﻌْﻒٌ، ﻋَﻦِ اﺑْﻦِ ﺟُﺮَﻳْﺞٍ، ﻋَﻦِ اﺑْﻦِ ﺃَﺑِﻲْ ﻣُﻠَﻴْﻜَﺔَ، ﻋَﻨْﻬَﺎ

akan tetapi hadits demikian dari riwayat Umar bin Harun al Balkhiy, dan di dalamnya dho'if, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abu Mulaikah, darinya.

ﻭَﺭَﻭَﻯ ﻟَﻪُ اﻟﺪَّاﺭُﻗُﻄْﻨِﻲُّ ﻣُﺘَﺎﺑِﻌًﺎ، ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻣَﺮْﻓُﻮْﻋًﺎ

dan ad Daaruquthniy telah meriwayatkan hadits tersebut secara mutaabi' dari Abu Hurairah secara marfu'

 . ﻭَﺭَﻭَﻯ ﻣِﺜْﻠَﻪُ ﻋَﻦْ ﻋَﻠِﻲِّ ﻭَاﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻫِﻤَﺎ .

dan ia meriwayatkan hadits semisal dari Ali dan Ibnu 'Abbas dan selain keduanya

ﻭَﻣِﻤَّﻦْ حَكَی ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﺁﻳَﺔٌ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺳُﻮْﺭَﺓٍ ﺇِلَا ﺑَﺮَاءَﺓٌ:

dan sebagian dari sahabat yang telah telah diceritakan dari nya yang menyatakan  sesungguhnya bismillah adalah satu ayat dari setiap surat kecuali surat al Baro'ah diantaranya :

اﺑْﻦُ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ، ﻭَاﺑْﻦُ ﻋُﻤَﺮ، ﻭَاﺑْﻦُ اﻟﺰُّﺑَﻴْﺮِ، ﻭَﺃَﺑُﻮْ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ، ﻭَﻋَﻠِﻲُّ.

Ibnu 'Abbas, Ibnu Umar, Ibnu az Zubair ,Abu Hurairah dan 'Ali

ﻭَﻣِﻦَ اﻟﺘَّﺎﺑِﻌِﻴْﻦَ: ﻋَﻄَﺎءٌ، ﻭَﻃَﺎﻭُﺱٌ،ِ ﻭَﺳَﻌِﻴْﺪُ ﺑْﻦُ ﺟُﺒَﻴْﺮٍ، ﻭَﻣَﻜْﺤُﻮْﻝٌ، ﻭاﻟﺰﻫﺮﻱ،

dan dari kalangan tabi'in : 'Atha, Thawus, Sa'id bin Jubair, Makhul dan az Zuhriy

 ﻭَﺑِﻪِ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻋَﺒْﺪُ اﻟﻠﻪِ ﺑْﻦُ اﻟْﻤُﺒَﺎﺭَﻙُ، ﻭَاﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲُّ، ﻭَﺃَﺣْﻤَﺪُ ﺑْﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ، ﻓِﻲْ ﺭِﻭَاﻳَﺔٍ ﻋَﻨْﻪُ، ﻭَﺇِﺳْﺤَﺎﻕُ ﺑْﻦُ ﺭَاﻫَﻮَﻳْﻪٍ، ﻭَﺃَﺑُﻮْ ﻋُﺒَﻴْﺪِ اﻟْﻘَﺎﺳِﻢُ ﺑْﻦُ سَلَاﻡٍ، ﺭَﺣِﻤَﻬُﻢُ اﻟﻠﻪُ.

dan yang menyatakan pendapat demikian diantaranya : Abdullah bin al Mubarrok, asy Syafi'iy dan Ahmad bin Hanbal di dalam satu riwayat darinya, serta Ishaq bin Rahawaih dan Abu 'Ubaid al Qasim bin Salam rahimahumullah.

وَقَالَ مَالِكٌ وَأَبُوْ حَنِيفَةَ وَأَصْحَابُهُمَا: لَيْسَتْ آيَةٌ مِنَ الْفَاتِحَةِ وَلَا مِنْ غَيْرِهَا مِنَ السُّوَرِ، وَقَالَ الشَّافِعِيُّ فِي قَوْلٍ، فِي بَعْضِ طُرُقِ مَذْهَبِهِ: هِيَ آيَةٌ مِنَ الْفَاتِحَةِ وَلَيْسَتْ مِنْ غَيْرِهَا، وَعَنْهُ أَنَّهَا بَعْضُ آيَةٍ مِنْ أَوَّلِ كُلِّ سُورَةٍ، وَهُمَا غَرِيبَانِ.

Imam Malik, Abu Hanifah dan para sahabat keduanya mengatakan bismillah bukan ayat al Fatihah dan bukan ayat selainnya dari surat-surat lain. Imam Syafi'iy di dalam satu pendapat yang dikemukakan oleh sebagian jalur madzhabnya mengatakan bismillah adalah ayat dari al Fatihah dan bukan dari selainnya. Dan adalagi satu riwayat dari Imam Syafi'iy yang menyatakan bismillah adalah sebagian ayat dari awal tiap surat, dan kedua riwayat itu gharib (asing).

وَقَالَ دَاوُدُ: هِيَ آيَةٌ مُسْتَقِلَّةٌ فِي أَوَّلِ كُلِّ سُورَةٍ لَا مِنْهَا، وَهَذِهِ رِوَايَةٌ عَنِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ. وَحَكَاهُ أَبُو بَكْرٍ الرَّازِيُّ، عَنْ أَبِي الْحَسَنِ الْكَرْخِيِّ، وَهُمَا مِنْ أَكَابِرِ أَصْحَابِ أَبِي حَنِيفَةَ، رَحِمَهُمُ

Dan Daud berkata : Bismillah adalah ayat yang mandiri di dalam awal setiap surat, bukan bagian dari surat tersebut, dan ini adalah pendapat di dalam satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal. Abu Bakar ar Raziy telah menceritakannya dari Abul Hasan al Karkhiy dan keduanya adalah sebagian dari ulama-ulama besar ashab Abu Hanifah rahimahumullah.

اللَّهُ  هَذَا مَا يَتَعَلَّقُ بِكَوْنِهَا مِنَ الْفَاتِحَةِ أَمْ لَا.

Ini adalah penjabaran terkait apakah bismillah bagian dari al Fatihah atau bukan.

فأمَّا مَا يَتَعَلَّقُ بِالْجَهْرِ بِهَا، فَمُفَرَّعٌ عَلَى هَذَا؛ فَمَنْ رَأَى أَنَّهَا لَيْسَتْ مِنَ الْفَاتِحَةِ فَلَا يَجْهَرُ بِهَا، وَكَذَا مَنْ قَالَ: إِنَّهَا آيَةٌ مِنْ أَوَّلِهَا،

Adapun persoalan terkait mengeraskan bacaan bismillah, diperinci berdasarkan perincian ini : Orang yang melihat bismillah bukan bagian dari al Fatihah, maka dia tidak mengeraskan bacaannya, sama halnya orang yang berkata sesungguhnya bismillah adalah satu ayat dari awal al Fatihah.

وأمَّا مَنْ قَالَ بِأَنَّهَا مِنْ أَوَائِلِ السُّوَرِ فَاخْتَلَفُوا؛ فَذَهَبَ الشَّافِعِيُّ، رَحِمَهُ اللَّهُ، إِلَى أَنَّهُ يَجْهَرُ بِهَا مَعَ الْفَاتِحَةِ وَالسُّورَةِ، وَهُوَ مَذْهَبُ طَوَائِفٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ سَلَفًا وَخَلَفًا ،

Dan adapun orang yang berkata sesungguhnya bismillah adalah bagian dari awal surat-surat, mereka berbeda pendapat. Dan yang demikian adalah madzhab beberapa kelompok dari sahabat Nabi , para tabi'in dan para imam kaum muslimin dari zaman salaf dan kholaf.

فَجَهَرَ بِهَا مِنَ الصَّحَابَةِ أَبُو هُرَيْرَةَ، وَابْنُ عُمَرَ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَمُعَاوِيَةُ، وَحَكَاهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ، وَالْبَيْهَقِيُّ عَنْ عُمَرَ وَعَلِيٍّ، وَنَقَلَهُ الْخَطِيبُ عَنِ الْخُلَفَاءِ الْأَرْبَعَةِ، وَهُمْ: أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ، وَهُوَ غَرِيبٌ.

Maka telah mengeraskan bacaan bismillah dari kalangan para sahabat Nabi , diantaranya : Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abas dan Mu'awwiyah. Ibnu Abdil Bar telah menghikayatkan yang demikian. Dan al Baihaqi meriwayatkan dari Umar dan Ali sedangkan al Khotib telah menukilnya dari para Khulafa (khulafaurrasyidin) yang 4, mereka adalah : Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali namun riwayatnya gharib (asing).

وَمِنَ التَّابِعِينَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، وعِكْرِمَةَ، وَأَبِي قِلَابَة، وَالزُّهْرِيِّ، وَعَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ، وَابْنِهِ مُحَمَّدٍ، وَسَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، وَعَطَاءٍ، وَطَاوُسٍ، وَمُجَاهِدٍ، وَسَالِمٍ، وَمُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ، وَأَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، وَأَبِي وَائِلٍ، وَابْنِ سِيرِينَ، وَمُحَمَّدِ بْنِ المنْكَدِر، وَعَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، وَابْنِهِ مُحَمَّدٍ، وَنَافِعٍ مَوْلَى ابْنِ عُمَرَ، وَزَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، وَعُمَرَ بْنِ عَبَدِ الْعَزِيزِ، وَالْأَزْرَقِ بْنِ قَيْسٍ، وَحَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، وَأَبِي الشَّعْثَاءِ، وَمَكْحُوْلٍ، وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْقِل بْنِ مُقَرِّن.

Dan sebagian dari tabi'in (yang menjahrkan bacaan bismillah di dalam shalat) diantaranya : Sa'id bin Jubair, Ikrimah, Abu Qilabah, az Zuhriy, Ali bin al Husain, dan putranya yaitu Muhammad, dan Sa'id bin al Musayyab, 'Atho, Thowus, Mujahid, Salim, Muhammad bin Ka'ab al Qordziy, Abu Bakar bin Muhammad bin 'Amr bin Hazm, Abu Wa'il, Ibnu Sirin, Muhammad bin al Munkadir, Ali bin Abdillah bin Abbas, dan putranya yaitu Muhammad, dan Nafi' Maula bin Umar, Zaid bin Aslam, Umar bin Abdul 'Aziz, al Azroq bin Qois, Habib bin Abi Tsabit, Abu Sya'tsa, Makhul dan Abdullah bin Ma'qil bin Muqorrin.

زَادَ الْبَيْهَقِيُّ: وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَفْوَانَ، وَمُحَمَّدُ بْنُ الْحَنَفِيَّةِ.

Imam Baihaqi menambahkan : Dan Abdullah bin Shofwan dan Muhammad bin Hanafiyyah

زَادَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: وَعَمْرُو بْنُ دِينَارٍ.

Ibnu Abdil Barr menambahkan : dan Umar bin Diyar.

الحُجَّةُ فِيْ ذَلِكَ أَنَّهَا بَعْضُ الْفَاتِحَةِ، فَيُجْهَرُ بِهَا كَسَائِرِ أَبْعَاضِهَا،

Hujjah di dalam mengeraskan bacaan bismillah di dalam shalat adalah bismillah sebagian dari al Fatihah, maka harus mengeraskan bacaannya sama seperti bagian-bagian lain dari al Fatihah.

وَأَيْضًا فَقَدْ رَوَى النَّسَائِيُّ فِي سُنَنِهِ وَابْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ فِيْ صَحِيْحَيْهِمَا، وَالْحَاكِمُ فِي مُسْتَدْرَكِهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ صَلَّى فَجَهَرَ فِي قِرَاءَتِهِ بِالْبَسْمَلَةِ، وَقَالَ بَعْدَ أَنْ فَرَغَ: إِنِّيْ لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَصَحَّحَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَالْخَطِيبُ وَالْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُمْ.

Dan juga telah meriwayatkan an Nasa'iy di dalam kitab sunannya, Ibnu khuzaimah dan Ibnu Hibban di dalam kitab shahih keduanya, al Hakim di dalam kitab mustadroknya, dari Abu Hurairah bahwa sesungguhnya Abu Hurairah shalat lalu mengeraskan bacaan bismillah dan ia berkata setelah selesai shalat : Aku yang paling menyerupai shalat Rasulullah . Telah menshahihkannya ad Daruquthniy, al Khothib, al Baihaqi dan selainnya dari mereka.

وَرَوَى أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. ثُمَّ قَالَ التِّرْمِذِيُّ: وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ بِذَاكَ.

Abu Daud dan at Tirmidzi telah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas : Sesungguhnya Rasulullah memulai shalat dengan :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.

Kemudian at Tirmidzi mengatakan sanadnya tidak mengandung kelemahan.

وَقَدْ رَوَاهُ الْحَاكِمُ فِيْ مُسْتَدْرَكِهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، ثُمَّ قَالَ: صَحِيحٌ  

al Hakim telah meriwayatkan di dalam kitab mustadroknya dari Ibnu 'Abbas, ia berkata : Rasulullah mengeraskan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kemudian al Hakim berkata : Shahih.

وَفِي صَحِيْحِ الْبُخَارِيِّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ قِرَاءَةِ رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: كَانَتْ قِرَاءَتُهُ مَدًّا، ثُمَّ قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، يَمُدُّ بِسْمِ اللَّهِ، وَيَمُدُّ الرَّحْمَنِ، وَيَمُدُّ الرَّحِيْمِ.

Dan di dalam shahih Bukhari, dari Anas bin Malik, ia ditanya tentang bacaan Rasulullah , lalu berkata : Bacaannya panjang, kemudian membaca bismillahirrahmaanirrahiim, memanjangkan bacaan bismillah, memanjangkan bacaan ar rahman dan memanjangkan bacaan ar Rahiim.

وَفِي مُسْنَدِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ، وَسُنَنِ أَبِي دَاوُدَ، وَصَحِيحِ ابْنِ خُزَيْمَةَ، وَمُسْتَدْرَكِ الْحَاكِمِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقطع قراءته: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ. وَقَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ: إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ.

Dan di dalam Musnad Imam Ahmad, sunan Abu Daud, shahih Ibnu Khuzaimah dan Mustadrok al Hakim dari Ummu salamah, ia berkata : Rasulullah memutus bacaannya. Bismillahirrahmaanirrahiim, berhenti. Al hamdulillaahi rabbil aalamiin, berhenti, ar rahmaanirrahiim, berhenti, malikiyaumiddin, berhenti. Ad Daruquthni berkata : sanadnya shahih.

وَرَوَى الشَّافِعِيُّ، رَحِمَهُ اللَّهُ، وَالْحَاكِمُ فِي مُسْتَدْرَكِهِ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ مُعَاوِيَةَ صَلَّى بِالْمَدِينَةِ، فَتَرَكَ الْبَسْمَلَةَ، فَأَنْكَرَ عَلَيْهِ مَنْ حَضَرَهُ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ ذَلِكَ، فَلَمَّا صَلَّى الْمَرَّةَ الثَّانِيَةَ بَسْمَلَ.

Dan telah meriwayatkan Imam Syafi'iy rahimahullah dan al Hakim di dalam mustaroknya dari Anas bahwa Mu'awiyyah shalat di Madinah, tidak membaca bismillah, lalu orang yang hadir dari kalangan muhajirin mengingkari yang demikian. Tatkala shalat yang kedua kalinya Mu'awwiyah membaca bismillah.

وَفِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ، وَالْآثَارِ الَّتِي أَوْرَدْنَاهَا كِفَايَةٌ وَمَقْنَعٌ فِي الِاحْتِجَاجِ لِهَذَا الْقَوْلِ عَمَّا عَدَاهَا، فَأَمَّا الْمُعَارَضَاتُ وَالرِّوَايَاتُ الْغَرِيبَةُ، وَتَطْرِيقُهَا، وَتَعْلِيلُهَا وَتَضْعِيفُهَا، وَتَقْرِيرُهَا، فَلَهُ مَوْضِعٌ آخَرُ.

Di dalam hadits-hadits dan atsar-atsar yang kami kemukakan ini sudah cukup dan dapat diterima di dalah berhujjah bagi pendapat ini tanpa selainnya. Adapun bantahan-bantahan, riwayat-riwayat gharib, penelusuran jalur, ulasan, kelemahannya serta penilaiannya akan dibahas pada bagian lain.

وَذَهَبَ آخَرُوْنَ إِلَى أَنَّهُ لَا يُجْهَرُ بِالْبَسْمَلَةِ فِي الصَّلَاةِ، وَهَذَا هُوَ الثَّابِتُ عَنِ الْخُلَفَاءِ الْأَرْبَعَةِ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ، وَطَوَائِفٍ مِنْ سَلَفِ التَّابِعِينَ وَالْخَلَفِ، وَهُوَ مَذْهَبُ أَبِي حَنِيفَةَ، وَالثَّوْرِيِّ، وَأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ.

Para ulama lainnya berpendapat bacaan bismillah tidak dikeraskan di dalam shalat. Pendapat ini dari pada Khulafa yang 4 (Khulafaurrasyidin), dari Abdullah bin Mughaffal dan beberapa kelompok dari para ulama salaf, tabi'in dan ulama kholaf. Yang demikian adalah madzhab Abu Hanifah, ats Tsauriy dan Ahmad bin Hanbal.

وَعِنْدَ الْإِمَامِ مَالِكٍ: أَنَّهُ لَا يَقْرَأُ الْبَسْمَلَةَ بِالْكُلِّيَّةِ، لَا جَهْرًا وَلَا سِرًّا، وَاحْتَجُّوا بِمَا فِيْ صَحِيْحِ مُسْلِمٍ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ، وَاْلقِرَاءَةِ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . وَبِمَا فِي الصَّحِيْحَيْنِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: صلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ، فَكَانُوْا يَسْتَفْتِحُوْنَ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. وَلِمُسْلِمٍ: لَا يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلَا فِي آخِرِهَا .

Sedangkan menurut Imam Malik : Bismillah tidak dibaca seluruhnya, tidak dibaca keras dan tidak dibaca pelan. Mereka berhujjah dengan hadits di dalam kitab shahih Muslim, dari 'Aisyah radhiallaahu 'anha. 'Aisyah berkata : Dahulu Rasulullah memulai shalat dengan takbir dan membaca al Hamdulillahi rabbil 'aalamiin. Dan berhujjah dengan hadits yang ada di dalam shahihain (Bukhari-Muslim), dari Anas bin Malik, ia berkata : Aku pernah shalat dibealakang Nabi , Abu Bakar, Umar dan Usman. Mereka memulai dengan membaca al Hamdulillaahi rabbil 'aalamiin, dan di dalam riwayat Muslim : Mereka tidak membaca bismillahirrahmaanir rahiim pada awal bacaan dan juga pada akhirnya.

وَنَحْوَهُ فِي السُّنَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّل، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.

Riwayat yang semisal ada juga di dalam kitab-kitab sunan dari Abdullah bin Mughaffal radhiallahu 'anhu.

فَهَذِهِ مَآخِذُ الْأَئِمَّةِ، رَحِمَهُمُ اللَّهُ، فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ وَهِيَ قَرِيبَةٌ؛ لِأَنَّهُمْ أَجْمَعُوا عَلَى صِحَّةِ صَلَاةِ مَنْ جَهَرَ بِالْبَسْمَلَةِ وَمَنْ أَسَرَّ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ وَالْمِنَّةُ

Ini adalah pegangan para Imam rahimahumullah di dalam masalah ini dan berdekatan karena mereka sepakat di atas keabsahan shalat orang yang mengeraskan bacaan bismillah dan orang yang membaca pelan. Walillaahil hamdu wal minnah.

فَصْلٌ فِيْ فَضْلِهَا

Fasal keutamaan bismillah

قَالَ الْإِمَامُ الْعَالِمُ الْحَبْرُ الْعَابِدُ أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي حَاتِمٍ، رَحِمَهُ اللهُ، فِيْ تَفْسِيْرِهِ:

Al Imam al 'Alim Abu Muhammad Abdurrahman bin Abu Hatim rahimahullah berkata di dalam tafsirnya :

حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُسَافِرٍ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْمُبَارَكِ الصَّنْعَانِيُّ، حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ وَهْبٍ الجَنَدِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِيْ، عَنْ طَاوُسٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عن بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. فَقَالَ: "هُوَ اسْمٌ مِنْ أَسْمَاءِ اللَّهِ، وَمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ اسْمِ اللَّهِ الْأَكْبَرِ، إِلَّا كَمَا بَيْنَ سَوَادِ الْعَيْنَيْنِ وَبَيَاضِهِمَا مِنَ الْقُرْبِ".

Telah menceritakan kepada kami ayah ku, telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Musafir, Telah menceritakan kepada kami Zaid bin al Mubarok ash Shan'ani, telah menceritakan kepada kami Salam bin Wahb al Janadi, telah menceritakan kepada kami ayah ku, dari Thowus, dari Ibnu 'Abbas : Sesungguhnya Usman bin 'Affan pernah bertanya kepada Rasulullah tentang bismillaahirrahmaanirrahiim. Rasulullah bersabda : Bismillah adalah satu nama dari nama-nama Allah, dan tidaklah antara dia dan asma Allahu akbar, kecuali sebagaimana jarak yang dekat antara bagian hitam kedua mata dengan bagian putih keduanya

وَهَكَذَا رَوَاهُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُوَيْهٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ أَحْمَدَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْمُبَارَكِ، عَنْ زَيْدِ بْنِ الْمُبَارَكِ، بِهِ.

Sama halnya dengan yang demikian telah meriwayatkannya Abu Bakar bin Murdawaih,dari Sulaiman bin Ahmad, dari Ali bin al Mubarok, dari Zaid bin al Mubarok.

وَقَدْ رَوَى الْحَافِظُ ابْنُ مَرْدُوَيْهٍ مِنْ طَرِيقَيْنِ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَيَّاشٍ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ يَحْيَى، عَنْ مِسْعَر، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَسْلَمَتْهُ أُمُّهُ إِلَى الكتَّاب لِيُعَلِّمَهُ، فَقَالَ الْمُعَلِّمُ: اكتب، قال ما أكتب؟ قال: بِسْمِ اللَّهِ، قَالَ لَهُ عِيْسَى: وَمَا بِاسْمِ اللَّهِ؟ قَالَ الْمُعَلِّمُ: مَا أَدْرِي . قَالَ لَهُ عِيْسَى: الْبَاءُ بَهاءُ اللَّهِ، وَالسِّيْنُ سَنَاؤُهُ، وَالْمِيْمُ مَمْلَكَتُهُ، وَاللَّهُ إِلَهُ الْآلِهَةِ، وَالرَّحْمَنُ رَحْمَنُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَالرَّحِيمُ رَحِيمُ الْآخِرَةِ".

Telah meriwayatkan al Hafidz bin Murdawaih dari dua jalan, dari Isma'il bin 'Iyas, dari Isma'il bin Yahya, dari Mis'ar, dari 'Athiyyah, dari Abu Sa'id, ia berkata : Rasulullah telah bersabda : Sesungguhnya Isa bin Maryam diserahkan oleh gurunya kepada guru tulis untuk diajar menulis. Sang guru tulis berkata : Tulislah..! Nabi Isa bertanya : Apa yang akan aku tulis ? Sang guru menjawab : Bismillah. Nabi Isa berkata kepadanya : Dan apa yang dimaksud bismiillah ? Sang guru menjawab : Aku tidak tahu. Nabi Isa berkata padanya : Huruf Ba maknanya baha'ullah (keindahan Allah), huruf Sin maknanya sanaa'uhu (keagungan-Nya), huruf mim maknanya mamlakatuhu (kerajaan-Nya) dan Allah adalah tuhan semua yang dianggap tuhan, ar rohmaan maknanya maha pemurah di dunia dan ar rohiim maknanya maha pengasih di akhirat.

وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ مِنْ حَدِيثِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْعَلَاءِ الْمُلَقَّبِ: زِبْرِيقٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَيَّاشٍ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ يَحْيَى، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَمَّنْ حَدَّثَهُ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، وَمِسْعَرٍ، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرَهُ  . وَهَذَا غَرِيبٌ جَدًّا، وَقَدْ يَكُونُ صَحِيحًا إِلَى مَنْ دُونَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيَكُونُ مِنَ الْإِسْرَائِيلِيَّاتِ لَا مِنَ الْمَرْفُوعَاتِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ. وَقَدْ رَوَى جُوَيبر ، عَنِ الضحَّاك، نَحْوَهُ مِنْ قِبَلِهِ.

Telah meriwayatkannya Ibnu Jarir dari hadits Ibrahim bin al 'Alaa yang dijuluki "Ibnu Zibriq", dari Isma'il bin 'Ayyasy, dari Isma'il bin Yahya, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari orang yang telah menceritakan kepadanya, dari Ibnu Mas'ud dan Mis'ar, dari Athiyyah, dari Abu Sa'id, dari Nabi lalu menuturkan riwayatnya, dan riwayat ini statusnya sangat gharib (asing), barang kali shahih sampai kepada perawi dibawah Rasulullah , dan riwayat ini sebagian dari riwayat Israa'iliyyat, bukan dari hadits marfu'. Allahu a'lam. Jubair telah meriwayatkannya dari adh Dhahak riwayat semisal sebelumnya.

وَقَدْ رَوَى ابْنُ مَرْدُوَيْهٍ مِنْ حَدِيْثِ يَزِيْدِ بْنِ خَالِدٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ وَفِي رِوَايَةٍ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيْمِ أَبِيْ  أُمَيَّةَ عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آيَةٌ لَمْ تَنْزِلْ عَلَى نَبِيٍّ غَيْرِ سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ وَغَيْرِيْ وَهِيَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan dari hadits Yazid bin Kholid dari Sulaiman bin Buaraidah, dan di dalam satu riwayat dari Abdul Karim Abu Umayyah, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya : Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda : Telah diturunkan kepada ku satu ayat di mana tidak turun kepada Nabi selain Sulaiman bin Daud dan selain ku, yaitu bismillaahirrahmaanirrahiim.

وَرَوَى بِإِسْنَادِهِ عَنْ عَبْدِ الْكَبِيْرِ بْنِ الْمُعَافَى بْنِ عِمْرَانَ، عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عُمَرَ بْنِ ذَرّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِيْ رَبَاحٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ هَرَبَ الْغَيْمُ إِلَى الْمَشْرِقِ وَسَكَنَتِ الرِّيَاحُ وَهَاجَ الْبَحْرُ وَأَصْغَتِ الْبَهَائِمُ بِآذَانِهَا وَرُجِمَتِ الشَّيَاطِيْنُ مِنَ السَّمَاءِ وَحَلَفَ اللَّهُ تَعَالَى بِعِزَّتِهِ وَجَلَالِهِ أَلَّا يُسَمَّى اسْمُهُ عَلَى شَيْءٍ إِلَّا بَارَكَ فِيْهِ

Telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdul Kabir bin Mu'afi bin 'Imron, dari ayahnya, dari Umar bin Dzar, dari 'Atho bin Abi Robah, dari Jabir bin 'Abdillah, Rasulullah bersabda : Tatkala turun bismillaahirrahmaanirrahiim maka seluruh awan bergerak ke arah timur, angin hening tidak bertiup, lautan menggelora, semua binatang mendengar dengan telinga mereka dan semua setan dirajam dari langit. Pada saat itu Allah ta'ala bersumpah dengan keagungan dan kemuliaan-Nya bahwa tidak sekali-kali asmanya diucapkan terhadap sesuatu melainkan Dia pasti memberkahinya.

وَقَالَ وَكِيعٌ عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ مَنْ أَرَادَ أَنْ يُنْجِيَهُ اللَّهُ مِنَ الزَّبَانِيَةِ التِّسْعَةَ عَشَرَ فَلْيَقْرَأْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Waki' berkata dari al A'masy, dari Abu Wa'il, dari Ibnu Mas'ud. Rasulullah bersabda : Barang siapa menghendaki Allah melindunginya dari Zabaniyyah yang jumlahnya 19 (Zabaniyah adalah juru penyiksa di neraka). Hendaklah dia membaca bismillaahirrahmaanirrahiim.

 لِيَجْعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ حَرْفٍ مِنْهَا جُنَّةً مِنْ كُلِّ وَاحِدٍ ذَكَرَهُ ابْنُ عَطِيَّةَ وَالْقُرْطُبِيُّ وَوَجَّهَهُ ابْنُ عَطِيَّةَ وَنَصَرَهُ بِحَدِيثِ فَقَدْ رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُوْنَهَا  لِقَوْلِ الرَّجُلِ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مِنْ أَجْلِ أَنَّهَا تسعة عشر حَرْفًا وَغَيْرُ ذَلِكَ

Maka Allah akan menjadikan setiap hurufnya pelindung dari setiap Zabaniyah. Ibnu 'Athiyyah, al Qurtubi telah menuturkannya. Ibnu 'Athiyyah telah menguatkannya dengan hadits : Sesungguhnya aku melihat lebih dari 30 malaikat berebutan (mencatat) perkataan seorang lelaki Rabbanaa walakalhamdu hamdan katsiiron thoyyiban mubaarokan (Wahai tuhan kami, bagimulah segala puji, pujian yang banyak, pujian yang baik lagi diberkati. Mengingat jumlah hurufnya 19 dan selain yang demikian.

وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ فِي مُسْنَدِهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍحَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَاصِمٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا تَمِيْمَةَ يُحَدِّثُ، عَنْ رَدِيْفِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَثَرَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقُلْتُ تَعِس الشَّيْطَانُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ تَعِسَ الشَّيْطَانُ تَعَاظَمَ، وَقَالَ بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ، وَإِذَا قُلْتَ بِاسْمِ اللَّهِ تَصَاغَرَ حَتَّى يَصِيرَ مِثْلَ الذُّبَابِ هَكَذَا وَقَعَ فِي رِوَايَةِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ

Imam Ahmad bin Hanbal berkata di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari 'Ashim, ia berkata : Aku mendengar Abu Tamimah menceritakan kejadian ketika membonceng Nabi , unta kendaraan Nabi terperosok , aku berkata : Celakalah kau setan . Lalu Nabi bersabda : Jangan katakan celakalah setan, apabila kau katakan celakalah setan, maka setan semakin besar, lalu setan berkata dengan kekuatan ku aku akan mengalahkannya. Sedangkan apabila kamu membaca bismillahirrahmaanirrahiim, setan akan mengecil sehingga menjadi seperti lalat. Ini yang ada di dalam riwayat Imam Ahmad.

وَقَدْ رَوَى النَّسَائِيُّ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ وَابْنُ مَرْدُويه فِي تَفْسِيرِهِ مِنْ حَدِيْثِ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ عَنْ أَبِي تَمِيْمَةَ هُوَ الْهُجَيْمِيُّ، عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ بْنِ أُسَامَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: كُنْتُ رَدِيفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَهُ وَقَالَ لَا تَقُلْ هَكَذَا، فَإِنَّهُ يَتَعَاظَمُ حَتَّى يَكُونَ كَالْبَيْتِ، وَلَكِنْ قُلْ: بِسْمِ اللَّهِ فَإِنَّهُ يَصْغُرُ حَتَّى يَكُونَ كَالذُّبَابَةِ فَهَذَا مِنْ تَأْثِيْرِ بَرَكَةِ بِسْمِ اللَّهِ وَلِهَذَا تُسْتَحَبُّ فِي أوّل كل عمل وَقَوْلٍ

Imam an Nasa'iy telah meriwayatkan di dalam kitab al Yaumu wal Lailah, dan Ibnu Murdawaih meriwayatkan di dalam tafsirnya dari hadits Khalid al Hadza, dari Abu Tamimah, yaitu al Hujaimiy, dari Abul Malih bin Usamah bin 'Umair, dari ayahnya, berkata : Aku membonceng Nabi , lalu menuturkan kisahnya. Nabi bersabda : Jangan kau katakan itu, setan akan menjadi besar sehingga sebesar rumah, tapi bacalah bismillah, maka setan akan menjadi kecil sehingga sebesar lalat. Ini adalah sebagian dari riwayat tentang keberkahan bismillah, dan dikarenakan hal ini disunnahkan membacanya di awal setiap amalan dan perkataan.

فَتُسْتَحَبُّ فِي أَوَّلِ الْخُطْبَةِ لِمَا جَاءَ كُلُّ أَمْرٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَجْذَمُ

Maka disunnahkan pada membaca bismillah di awal khutbah karena hadits setiap urusan yang tidak di awali di dalamnya dengan membaca bismillaahirrahmaanirrahiim maka dia buntung.

وَتُسْتَحَبُّ الْبَسْمَلَةُ عِنْدَ دُخُولِ الْخَلَاءِ وَلِمَا وَرَدَ مِنَ الْحَدِيْثِ فِيْ ذَلِكَ

Dan disunnahkan membaca bismillah ketika hendak masuk kamar mandi karena ada keterangan hadits di dalam hal yang demikian.

وَتُسْتَحَبُّ فِي أَوَّلِ الْوُضُوءِ لِمَا جَاءَ فِي مُسْنَدِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ وَالسُّنَنِ مِنْ رِوَايَةِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ وَسَعِيْدِ بْنِ زَيْدٍ وَأَبِي سَعِيْدٍ مَرْفُوْعًا لَا وُضُوْءَ لِمَنْ لَمْ  يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَهُوَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ وَمِنَ الْعُلَمَاءِ مَنْ أَوْجَبَهَا عِنْدَ الذِّكْرِ هَاهُنَا وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ بِوُجُوبِهَا مُطْلَقًا

Dan disunnahkan membaca bismillah pada awal wudhu karena hadits di dalam kitab musnad Imam Ahmad dan kitab sunan dari riwayat Abu Hurairah, Sa'id bin Zaid dan Abu Sa'id secara marfu' : Tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah dan yang demikian adalah hadits hasan, sebagian ulama ada yang mewajibkannya ketika mengingat dan sebagian dari mereka ada yang mewajibkannya secara mutlak.

وَكَذَا تُسْتَحَبُّ عِنْدَ الذَّبِيْحَةِ فِي مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ وَجَمَاعَةٍ وَأَوْجَبَهَا آخَرُوْنَ عِنْدَ الذِّكْرِ وَمُطْلَقًا فِي قَوْلِ بَعْضِهِمْ، كَمَا سَيَأْتِي بَيَانُهُ فِي مَوْضِعِهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Sama halnya disunnahkan ketika menyembelih sembelihan di dalam madzhab Syafi'iy dan satu jama'ah ulama, sedangkan yang lain mewajibkannya ketika ingat dan secara mutlak di dalam pendapat sebagian dari mereka.

وَقَدْ ذَكَرَ الرَّازِيُّ فِي تَفْسِيْرِهِ فِي فَضْلِ الْبَسْمَلَةِ أَحَادِيْثَ مِنْهَا عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَتَيْتَ أَهْلَكَ فَسَمِّ اللَّهَ فَإِنَّهُ إِنْ وُلِدَ لَكَ وَلَدٌ كُتِبَ لَكَ بِعَدَدِ أَنْفَاسِهِ وَأَنْفَاسِ ذُرِّيَّتِهِ حَسَنَاتٌ وَهَذَا لَا أَصْلَ لَهُ وَلَا رَأَيْتُهُ فِي شَيْءٍ مِنَ الْكُتُبِ الْمُعْتَمَدِ عَلَيْهَا وَلَا غَيْرِهَا

Ar Raziy menuturkan di dalam tafsirnya tentang keutamaan bismillah beberapa hadits, sebagian darinya dari Abu Hurairah bahwa sesungguhnya Rasulullah  bersabda : Apabila kamu mendatangi keluarga mu (isteri mu) maka sebutlah nama Allah, faedahnya jika nanti dilahirkan bagi mu seorang anak, maka akan dicatat bagimu pahala kebaikan sebanyak nafas-nafasnya dan nafas-nafas keturunannya. Hadits ini tidak ada asalnya dan aku tidak melihat riwayatnya di dalam satupun kitab-kitab mu'tamad dan tidak ada juga di dalam kitab selainnya. 

وَهَكَذَا تُسْتَحَبُّ عِنْدَ الْأَكْلِ لِمَا فِي صَحِيْحِ مُسْلِمٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِرَبِيْبِهِ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ قُلْ بِاسْمِ اللَّهِ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ وَمِنَ الْعُلَمَاءِ مَنْ أَوْجَبَهَا وَالْحَالَةُ هَذِهِ

Dan sama halnya disunnahkan membaca bismillah ketika hendak makan karena ada keterangan di dalam hadits shahih bahwa Rasulullah berkata kepada anak tirinya, yaitu Umar bin Abu salamah : Katakanlah bismillah, dan makanlah dengan tangan kanan mu dan makanlah makanan yang ada didekat mu. Dan sebagian dari ulama adayang mewajibkannya dalam kondisi ini.

وَكَذَلِكَ تُسْتَحَبُّ عِنْدَ الْجِمَاعِ لِمَا فِي الصَّحِيْحَيْنِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ قَالَ

Sama seperti yang demikian disunnahkan membaca bismillah ketika hendak jima' karena keterangan di dalam hadits shahihain (Bukhari-Muslim) dari Ibnu 'Abbas bahwa Rasulullah telah bersabda : Jika salah seorang dari kalian mendatangi isterinya lalu membaca :

بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقتَنَا

Dengan nama Allah, ya Allah, jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau rezekikan kepada kami.

فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرُ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ أَبَدًا

Maka faedahnya jika ditaqdirkan mendapatkan seorang anak maka setan tidak akan membahayakannya selamanya. 

وَمِنْ هَاهُنَا يَنْكَشِفُ لَكَ أَنَّ الْقَوْلَيْنِ عِنْدَ النُّحَاةِ فِي تَقْدِيْرِ الْمُتَعَلِّقِ بِالْبَاءِ فِي قَوْلِكَ بِاسْمِ اللَّهِ هَلْ هُوَ اسْمٌ أَوْ فِعْلٌ مُتَقَارِبَانِ وَكُلٌّ قَدْ وَرَدَ بِهِ الْقُرْآنُ

Dan dari sini menjadi tersingkap bagi mu dua pendapat di sisi para ahli nahwu di dalam masalah taqdir (mengira-ngira) muta'allik (kalimat yang terkait) dengan huruf ba di dalam perkataan mu : bismillah, apakah merupakan isim atau fi'il adalah dua pendapat yang saling berdekatan, dan setiap pendapat ada keterangannya di dalam al Qur'an.

أَمَّا مَنْ قَدَّرَهُ بِاسْمٍ تَقْدِيرُهُ بِاسْمِ اللَّهِ ابْتِدَائِي فَلِقَوْلِهِ تَعَالَى

Adapun orang yang mengira-ngira dengan isim, taqdir kalimatnya (perkiraan kalimatnya) dengan nama Allah aku memulai [بِاسْمِ اللَّهِ ابْتِدَائِي], sesuai firman Allah ta'ala :

وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ [هُودٍ: 41]

Dan dia berkata: "Naiklah kamu semua ke dalamnya, dengan nama Allah berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."' (QS. Hud: 41)

وَمَنْ قَدَّرَهُ بِالْفِعْلِ أَمْرًا وَخَبَرًا نَحْوَ أبدَأ بِبِسْمِ اللَّهِ أَوِ ابْتَدَأْتُ بِبِسْمِ اللَّهِ فَلِقَوْلِهِ

Dan orang yang mengira-ngira dengan fi'il amar dan khobar semisal aku memulai dengan nama Allah [أبدَأ بِبِسْمِ اللَّهِ] atau [ابْتَدَأْتُ بِبِسْمِ اللَّهِ] sesuai firman Allah :

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ [الْعَلَقِ: 1]

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. (QS. Al-'Alaq: 1)

وَكِلَاهُمَا صَحِيْحٌ فَإِنَّ الْفِعْلَ لَا بُدّ لَهُ مِنْ مَصْدَرٍ فَلَكَ أَنْ تُقَدِّرَ الْفِعْلَ وَمَصْدَرَهُ وَذَلِكَ بِحَسَبِ الْفِعْلِ الَّذِي سَمَّيْتَ قَبْلَهُ إِنْ كَانَ قِيَامًا أَوْ قُعُوْدًا أَوْ أَكْلًا أَوْ شُرْبًا أَوْ قِرَاءَةً أَوْ وُضُوْءًا أَوْ صَلَاةً فَالْمَشْرُوْعُ ذِكْرُ [اسْمِ] اللَّهِ فِي الشُّرُوْعِ فِي ذَلِكَ كُلِّهِ، تَبَرُّكًا وَتَيَمُّنًا وَاسْتِعَانَةً عَلَى الْإِتْمَامِ وَالتَّقَبُّلِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ

Dan keduanya benar. Sesungguhnya fi'il harus memiliki masdhar, maka kamu boleh mengira-ngira fi'il dan masdharnya sekaligus dan yang demikian sesuai dengan aktivitas yang disebutkan sebelumnya, apakah itu berdiri atau duduk atau makan atau minum atau membaca al Qur'an atau wudhu atau shalat, maka disyariatkan menyebut nama Allah di dalam memulai seluruh aktivitas demikian untuk mendapatkan keberkahan, keberuntungan, dan pertolongan dalam menyelesaikannya serta agar diterima amal tersebut. Allah Maha Mengetahui. 

وَلِهَذَا رَوَى ابْنُ جَرِيْرٍ وَابْنُ أَبِي حَاتِمٍ مِنْ حَدِيْثِ بِشْرِ بْنِ عُمَارَةَ عَنْ أَبِيْ رَوْقٍ عَنِ الضَّحَّاكِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ إِنَّ أَوَّلَ مَا نَزَلَ بِهِ جِبْرِيْلُ عَلَى مُحَمَّدٍ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا مُحَمَّدُ قُلْ أَسْتَعِيْذُ بِالسَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ثُمَّ قَالَ قُلْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ قَالَ قَالَ لَهُ جِبْرِيْلُ قُلْ بِاسْمِ اللَّهِ يَا مُحَمَّدُ يَقُوْلُ اقْرَأْ بِذِكْرِ اللَّهِ رَبِّكَ وَقُمْ وَاقْعُدْ بِذِكْرِ اللَّهِ. هَذَا لَفْظُ ابْنِ جَرِيرٍ

Oleh karena itu, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari hadis Bisyr bin Umarah, dari Abu Ruq, dari Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas yang berkata: Sesungguhnya wahyu pertama yang disampaikan oleh Jibril kepada Muhammad adalah ketika ia berkata, 'Wahai Muhammad, ucapkanlah: Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk.' Kemudian Jibril berkata, 'Katakanlah: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.' Jibril berkata kepadanya, 'Ucapkanlah: Bismillah [Dengan nama Allah], wahai Muhammad.' Itu artinya, 'Bacalah dengan mengingat Allah, Tuhanmu, dan berdirilah serta duduklah dengan mengingat Allah.' Inilah redaksi yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. 

وَأَمَّا مَسْأَلَةُ الِاسْمِ هَلْ هُوَ الْمُسَمَّى أَوْ غَيْرُهُ؟ فَفِيهَا لِلنَّاسِ ثَلَاثَةُ أَقْوَالٍ

Adapun permasalahan tentang nama (ism): Apakah ia sama dengan yang dinamai (musamma) atau berbeda darinya? Dalam hal ini, terdapat tiga pendapat di kalangan manusia:

أَحَدُهَا أَنَّ الِاسْمَ هُوَ الْمُسَمَّى وَهُوَ قَوْلُ أَبِي عُبَيْدَةَ وَسِيْبَوَيْهِ وَاخْتَارَهُ الْبَاقِلَّانِيُّ وَابْنُ فُوْرَكٍ

Pendapat pertama menyatakan bahwa nama (ism) adalah sama dengan yang dinamai (musamma). Ini adalah pendapat Abu Ubaidah, Sibawayh, dan dipilih oleh Al-Baqillani dan Ibn Furak.

وَقَالَ فَخْرُ الدِّيْنِ الرَّازِيُّ وَهُوَ مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ الْمَعْرُوْفُ بِابْنِ خَطِيْبِ الرَّيِّ فِي مُقَدِّمَاتِ تَفْسِيْرِهِ

Fakhruddin Ar-Razi yang nama lengkapnya adalah Muhammad bin Umar yang dikenal sebagai Ibn Khatib Ar-Ray menyebutkan pendapat ini dalam pengantar tafsirnya :

قَالَتِ الْحَشَوِيَّةُ وَالْكَرَّامِيَّةُ وَالْأَشْعَرِيَّةُ الِاسْمُ نَفْسُ الْمُسَمَّى وَغَيْرُ التَّسْمِيَةِ وَقَالَتِ الْمُعْتَزِلَةُ الِاسْمُ غَيْرُ الْمُسَمَّى وَنَفْسُ التَّسْمِيَةِ

Golongan Hasyawiyyah, Karramiyyah, dan Asy'ariyyah berkata bahwa nama itu adalah sama dengan yang dinamai dan berbeda dari penamaan. Sedangkan golongan Mu'tazilah berpendapat bahwa nama itu berbeda dari yang dinamai dan sama dengan penamaan.

وَالْمُخْتَارُ عِنْدَنَا أَنَّ الِاسْمَ غَيْرُ الْمُسَمَّى وَغَيْرُ التَّسْمِيَةِ ثُمَّ نَقُولُ إِنْ كَانَ الْمُرَادُ بِالِاسْمِ هَذَا اللَّفْظَ الَّذِي هُوَ أَصْوَاتٌ مُقَطَّعَةٌ وَحُرُوفٌ مُؤَلَّفَةٌ فَالْعِلْمُ الضَّرُورِيُّ حَاصِلٌ أَنَّهُ غَيْرُ الْمُسَمَّى وَإِنْ كَانَ الْمُرَادُ بِالِاسْمِ ذَاتُ الْمُسَمَّى، فَهَذَا يَكُونُ مِنْ بَابِ إِيْضَاحِ الْوَاضِحَاتِ وَهُوَ عَبَثٌ فَثَبَتَ أَنَّ الْخَوْضَ فِي هَذَا الْبَحْثِ عَلَى جَمِيْعِ التَّقْدِيْرَاتِ يَجْرِيْ مَجْرَى الْعَبَثِ.

Pendapat yang dipilih menurut kami adalah bahwa nama itu berbeda dari yang dinamai dan juga berbeda dari penamaan. Kemudian kami katakan: Jika yang dimaksud dengan nama adalah kata ini (yakni suara-suara terputus dan huruf-huruf yang tersusun), maka pengetahuan yang pasti (ilmu dharuri) menunjukkan bahwa ia berbeda dari yang dinamai. Namun, jika yang dimaksud dengan nama adalah esensi dari yang dinamai, maka hal ini tergolong menjelaskan sesuatu yang sudah jelas, dan itu adalah perbuatan sia-sia. Dengan demikian, terbukti bahwa membahas persoalan ini berdasarkan semua asumsi hanyalah tindakan yang tidak berguna.

ثُمَّ شَرَعَ يَسْتَدِلُّ عَلَى مُغَايَرَةِ الِاسْمِ لِلْمُسَمَّى بِأَنَّهُ قَدْ يَكُوْنُ الِاسْمُ مَوْجُوْدًا وَالْمُسَمَّى مَفْقُوْدًا كَلَفْظَةِ الْمَعْدُومِ وَبِأَنَّهُ قَدْ يَكُوْنُ لِلشَّيْءِ أَسْمَاءٌ مُتَعَدِّدَةٌ كَالْمُتَرَادِفَةِ وَقَدْ يَكُونُ الِاسْمُ وَاحِدًا وَالْمُسَمَّيَاتُ مُتَعَدِّدَةٌ كَالْمُشْتَرَكِ وَذَلِكَ دَالٌّ عَلَى تَغَايُرِ الِاسْمِ وَالْمُسَمَّى وَأَيْضًا فَالِاسْمُ لَفْظٌ وَهُوَ عَرَضٌ وَالْمُسَمَّى قَدْ يَكُوْنُ ذَاتًا مُمْكِنَةً أَوْ وَاجِبَةً بِذَاتِهَا وَأَيْضًا فَلَفْظُ النَّارِ وَالثَّلْجِ لَوْ كَانَ هُوَ الْمُسَمَّى لَوَجَدَ اللَّافِظُ بِذَلِكَ حَرَّ النَّارِ أَوْ بَرْدَ الثَّلْجِ وَنَحْوَ ذَلِكَ وَلَا يَقُوْلُهُ عَاقِلٌ وَأَيْضًا

Kemudian ia mulai memberikan argumentasi bahwa nama (الاسم) berbeda dengan yang dinamai (المسمى). Argumentasinya adalah bahwa nama bisa ada sedangkan yang dinamai tidak ada, seperti kata "yang tidak ada" (المعدوم). Selain itu, bisa jadi sesuatu memiliki banyak nama yang berbeda, seperti sinonim (المترادفة), dan bisa juga satu nama merujuk kepada banyak hal yang berbeda, seperti kata yang memiliki makna majemuk (المشترك). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan antara nama dan yang dinamai. Juga, nama adalah lafaz (bunyi atau kata), yang merupakan sifat insidental (عرض), sedangkan yang dinamai bisa jadi merupakan esensi yang mungkin ada (ذات ممكنة) atau wajib ada dengan sendirinya (واجبة بذاتها). Selain itu, jika kata "api" (النار) dan "salju" (الثلج) itu adalah yang dinamai, maka orang yang mengucapkan kata tersebut akan merasakan panasnya api atau dinginnya salju, dan semisalnya. Namun, tidak ada orang yang berakal mengatakan hal itu.

فَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى وَللهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوْهُ بِهَا [الْأَعْرَافِ: 180] وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنْ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ اسْمًا"  فَهَذِهِ أَسْمَاءٌ كَثِيْرَةٌ وَالْمُسَمَّى وَاحِدٌ وَهُوَ اللَّهُ تَعَالَى، وَأَيْضًا فَقَوْلُهُ: {وللهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى} أَضَافَهَا إِلَيْهِ، كَمَا قَالَ: {فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ} [الْوَاقِعَةِ: 74، 96] وَنَحْوُ ذَلِكَ.

Allah Ta’ala berfirman: “Dan Allah memiliki nama-nama yang paling baik, maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu” (QS. Al-A’raf: 180). Dan Nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama.”

Nama-nama tersebut banyak, namun yang dinamai adalah satu, yaitu Allah Ta’ala. Selain itu, firman-Nya “Dan Allah memiliki nama-nama yang paling baik” menunjukkan bahwa nama-nama itu dinisbatkan kepada-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya: “Maka bertasbihlah dengan nama Tuhanmu Yang Maha Agung” (QS. Al-Waqi’ah: 74, 96), dan yang semisal dengan itu

وَالْإِضَافَةُ تَقْتَضِي الْمُغَايَرَةَ وَقَوْلُهُ: فَادْعُوهُ بِهَا أَيْ: فَادْعُوا اللَّهَ بِأَسْمَائِهِ، وَذَلِكَ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهَا غَيْرُهُ، وَاحْتَجَّ مَنْ قَالَ: الِاسْمُ هُوَ الْمُسَمَّى، بِقَوْلِهِ تَعَالَى: {تَبَارَكَ اسْمُ رَبِّكَ} [الرَّحْمَنِ: 78] وَالْمُتَبَارِكُ هُوَ اللَّهُ. وَالْجَوَابُ: أَنَّ الِاسْمَ مُعَظَّمٌ لِتَعْظِيمِ الذَّاتِ الْمُقَدَّسَةِ، وَأَيْضًا فَإِذَا قَالَ الرَّجُلُ: زَيْنَبُ طَالِقٌ، يَعْنِي امْرَأَتُهُ طَالِقٌ، طُلِّقَتْ، وَلَوْ كَانَ الِاسْمُ غَيْرُ الْمُسَمَّى لَمَا وَقَعَ الطَّلَاقُ، وَالْجَوَابُ: أَنَّ الْمُرَادَ أَنَّ الذَّاتَ الْمُسَمَّاةَ بِهَذَا الِاسْمِ طَالِقٌ.

Penyandaran (الإضافة) menunjukkan adanya perbedaan (antara yang disandarkan dengan yang disandarkan kepadanya). Firman-Nya "Maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu" (QS. Al-A'raf: 180) berarti: "Berdoalah kepada Allah dengan menyebut nama-nama-Nya." Ini menunjukkan bahwa nama-nama itu berbeda dari Allah sendiri. Adapun orang yang berpendapat bahwa nama (الاسم) adalah yang dinamai (المسمى), mereka berdalil dengan firman-Nya: "Maha Berkah nama Tuhanmu" (QS. Ar-Rahman: 78), sedangkan yang Maha Berkah adalah Allah. Jawabannya: Nama itu diagungkan karena keagungan Dzat Yang Maha Suci. Selain itu, jika seseorang mengatakan: "Zainab telah ditalak," maksudnya adalah istrinya telah ditalak, maka talak itu terjadi. Jika nama berbeda dari yang dinamai, talak tidak akan terjadi. Jawabannya adalah: Yang dimaksud adalah bahwa Dzat yang dinamai dengan nama itu telah ditalak.

قَالَ الرَّازِيُّ: وَأَمَّا التَّسْمِيَةُ فَإِنَّهَا جَعْلُ الِاسْمِ مُعَيَّنًا لِهَذِهِ الذَّاتِ فَهِيَ غَيْرُ الِاسْمِ أَيْضًا، وَاللَّهُ أَعْلَمُ

Ar-Razi berkata: Adapun penamaan (التسمية), itu adalah menjadikan sebuah nama tertentu untuk Dzat tertentu, maka penamaan itu juga berbeda dari nama itu sendiri. Wallahu a'lam. 

اللَّهُ عَلَمٌ عَلَى الرَّبِّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، يُقَالُ: إِنَّهُ الِاسْمُ الْأَعْظَمُ لِأَنَّهُ يُوصَفُ بِجَمِيعِ الصِّفَاتِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى:

Allah” adalah nama khusus (ʿalam) bagi Tuhan yang Maha tinggi, Maha Suci, dan Maha Agung. Dikatakan bahwa ini adalah nama yang paling agung (al-ismul aʿdzom), karena mencakup semua sifat-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

هُوَ اللَّهُ الَّذِيْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ. هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ، سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ. هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ] الْحَشْرِ: 22 -24[

 “Dialah Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Maha Damai, Yang Memberikan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Memaksakan Kehendak, Yang Memiliki Keagungan. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sekutukan. Dialah Allah, Sang Pencipta, Sang Pemula, Sang Pembentuk. Hanya milik-Nya nama-nama yang paling indah. Semua yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya, dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” [QS. Al-Hasyr: 22-24]

فَأَجْرَى الْأَسْمَاءَ الْبَاقِيَةَ كُلَّهَا صِفَاتٍ لَهُ كَمَا قَالَ تَعَالَى:

Maka semua nama yang lain dianggap sebagai sifat-sifat-Nya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوْهُ بِهَا.

“Dan hanya milik Allah nama-nama yang paling indah, maka berdoalah kepada-Nya dengan nama-nama itu.” [QS. Al-A'raf: 180]

وَقَالَ تَعَالَى:

Juga firman-Nya:

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى] الْإِسْرَاءِ: 110[

“Katakanlah: Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana pun kamu menyeru, maka bagi-Nya nama-nama yang paling indah.”
[QS. Al-Isra’: 110]

وَفِي الصَّحِيْحَيْنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ اسْمًا، مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang menghitungnya (menghafal, memahami, dan mengamalkan), maka ia akan masuk surga."

وَجَاءَ تَعْدَادُهَا فِيْ رِوَايَةِ التِّرْمِذِيِّ وَابْنِ مَاجَهْ، وَبَيْنَ الرِّوَايَتَيْنِ اخْتِلَافُ زِيَادَاتٍ وَنُقْصَانٍ.

Nama-nama tersebut juga disebutkan dalam riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, meskipun terdapat perbedaan tambahan dan pengurangan antara kedua riwayat itu.

وَقَدْ ذَكَرَ فَخْرُ الدِّيْنِ الرَّازِيُّ فِي تَفْسِيْرِهِ عَنْ بَعْضِهِمْ أَنَّ لِلَّهِ خَمْسَةَ آلَافِ اسْمٍ: أَلْفٌ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ الصَّحِيْحَةِ، وَأَلْفٌ فِي التَّوْرَاةِ، وَأَلْفٌ فِي الْإِنْجِيْلِ، وَأَلْفٌ فِي الزَّبُوْرِ، وَأَلْفٌ فِي اللَّوْحِ الْمَحْفُوْظِ.

Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya menyebutkan dari sebagian ulama bahwa Allah memiliki lima ribu nama: seribu di dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang sahih, seribu di dalam Taurat, seribu di dalam Injil, seribu di dalam Zabur, dan seribu di dalam Lauh Mahfuz. 

وَهُوَ اسْمٌ لَمْ يُسَمَّ بِهِ غَيْرُهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى؛ وَلِهَذَا لَا يُعْرَفُ فِي كَلَامِ الْعَرَبِ لَهُ اشْتِقَاقٌ مِنْ فَعَلَ وَيَفْعَلُ، فَذَهَبَ مَنْ ذَهَبَ مِنَ النُّحَاةِ إِلَى أَنَّهُ اسْمٌ جَامِدٌ لَا اشْتِقَاقَ لَهُ. وَقَدْ نَقَلَ الْقُرْطُبِيُّ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ مِنْهُمُ الشَّافِعِيُّ وَالْخَطَّابِيُّ وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيُّ وَغَيْرُهُمْ، وَرُوِيَ عَنِ الْخَلِيلِ وَسِيبَوَيْهِ أَنَّ الْأَلِفَ وَاللَّامَ فِيهِ لَازِمَةٌ.

Dan Allah adalah nama yang tidak diberikan kepada selain-Nya, yang Maha Berkah dan Maha Tinggi. Oleh karena itu, tidak dikenal dalam bahasa Arab adanya bentuk turunan (derivasi) dari kata 'فَعَلَ' dan 'يَفْعَلُ' yang berasal dari nama tersebut. Maka, sebagian dari kalangan ahli nahwu berpendapat bahwa itu adalah nama yang tidak memiliki turunan. Al-Qurtubi telah mengutip dari sejumlah ulama, di antaranya adalah Al-Syafi’i, Al-Khattabi, Imam al-Haramayn, Al-Ghazali, dan lainnya. Diriwayatkan juga dari Al-Khalil dan Sibawayh bahwa huruf alif dan lam dalam nama tersebut adalah tetap dan tidak bisa diubah.

قَالَ الْخَطَّابِيُّ: أَلَا تَرَى أَنَّكَ تَقُوْلُ: يَا اللَّهُ، وَلَا تَقُولُ: يَا الرَّحْمَنُ، فَلَوْلَا أَنَّهُ مِنْ أَصْلِ الْكَلِمَةِ لَمَا جَازَ إِدْخَالُ حَرْفِ النِّدَاءِ عَلَى الْأَلِفِ وَاللَّامِ . وَقِيلَ: إِنَّهُ مُشْتَقٌّ، وَاسْتَدَلُّوْا عَلَيْهِ بِقَوْلِ رؤْبَة بْنِ العَجّاج: لِلَّهِ دَرُّ الْغَانِيَاتِ المُدّه ... سَبَّحْنَ وَاسْتَرْجَعْنَ مِنْ تَأَلُّهِي

فَقَدْ صَرَّحَ الشَّاعِرُ بِلَفْظِ الْمَصْدَرِ، وَهُوَ التَّأَلُّهُ، مِنْ أَلِهَ يَأْلَهُ إِلَاهَةً وَتَأَلُّهًا، كَمَا رُوِيَ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ قَرَأَ: "وَيَذَرَكَ وَإلاهَتَك" قَالَ: عِبَادَتَكَ، أَيْ: أَنَّهُ كَانَ يُعْبَد وَلَا يَعْبُد، وَكَذَا قَالَ مُجَاهِدٌ وَغَيْرُهُ.

Al-Khattabi berkata: 'Tidakkah engkau lihat bahwa engkau mengatakan: "Ya Allah", dan tidak mengatakan: "Ya Ar-Rahman"? Jika nama itu bukan berasal dari asal kata, tentu tidak diperbolehkan memasukkan huruf seruan (nun) pada alif dan lam. Ada pula yang mengatakan bahwa nama tersebut merupakan turunan, dan mereka mendalilkan hal itu dengan syair dari Rūbah bin al-‘Ajjāj: "Untuk Allah, semoga diberi pahala oleh para wanita yang bersedih, mereka bertasbih dan mengucapkan istirja' (mengembalikan segala urusan kepada Allah) karena pengagungan kepada-Nya." Dalam syair ini, sang penyair dengan jelas menyebutkan bentuk sumber kata, yaitu 'al-talaḥ' dari kata 'alāh' (menyembah) yang berarti penyembahan atau ketundukan, sebagaimana yang diriwayatkan bahwa Ibn Abbas membaca: 'Dan meninggalkanmu dan penyembahanmu (ilahatak),' yang berarti ibadahmu, yaitu bahwa dia disembah tetapi tidak menyembah, seperti yang juga disebutkan oleh Mujahid dan lainnya.

وَقَدِ اسْتَدَلَّ بَعْضُهُمْ عَلَى كَوْنِهِ مُشْتَقًّا بِقَوْلِهِ: {وَهُوَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَفِي الأرْضِ} [الْأَنْعَامِ: 3] أَيْ: الْمَعْبُودُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، كَمَا قَالَ: {وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِي الأرْضِ إِلَهٌ} [الزُّخْرُفِ: 84] ، وَنَقْلَ سِيْبَوَيْهِ عَنِ الْخَلِيْلِ: أَنَّ أَصْلَهُ: إِلَاهٌ، مِثْلُ فِعَالٍ، فَأُدْخِلَتِ الْأَلِفُ وَاللَّامُ بَدَلًا مِنَ الْهَمْزَةِ، قَالَ سِيبَوَيْهِ: مِثْلُ النَّاسِ، أَصْلُهُ: أُنَاسٌ، وَقِيلَ: أَصْلُ الْكَلِمَةِ: لَاهَ، فَدَخَلَتِ الْأَلِفُ وَاللَّامُ لِلتَّعْظِيمِ وَهَذَا اخْتِيَارُ سِيبَوَيْهِ. قَالَ الشَّاعِرُ: لَاهِ ابْنِ عَمِّكَ لَا أَفْضَلْتَ فِي حَسَبٍ ... عَنِّي وَلَا أَنْتَ دَيَّانِي فَتَخْزُونِي

Sebagian mereka mendalilkan bahwa nama tersebut merupakan turunan dengan firman-Nya: {Dan Dia-lah Allah di langit dan di bumi} [Al-An'am: 3], yaitu yang disembah di langit dan di bumi, sebagaimana Dia berfirman: {Dan Dia-lah yang di langit sebagai Tuhan dan di bumi sebagai Tuhan} [Az-Zukhruf: 84]. Syair dari Sībawayh yang menyebutkan bahwa asalnya adalah: 'Ilah' (Tuhan), seperti kata 'fi‘āl', maka dimasukkan alif dan lam sebagai pengganti huruf hamzah. Sībawayh berkata: 'Seperti kata 'nas' (manusia), yang asalnya adalah 'unās'. Dan ada yang mengatakan bahwa asal kata tersebut adalah 'lāh', kemudian dimasukkan alif dan lam untuk tujuan pengagungan, dan ini adalah pilihan dari Sībawayh. Penyair berkata: 'Lah, anak sepupu kamu, engkau tidak lebih unggul dalam garis keturunan dariku, dan engkau bukan yang menilai aku sehingga engkau memalukan aku.

قَالَ الْقُرْطُبِيُّ: بِالْخَاءِ الْمُعْجَمَةِ، أَيْ: فَتَسُوْسُنِي، وَقَالَ الْكِسَائِيُّ وَالْفَرَّاءُ: أَصْلُهُ: الْإِلَهُ حَذَفُوا الْهَمْزَةَ وَأَدْغَمُوا اللَّامَ الْأُولَى فِي الثَّانِيَةِ، كَمَا قَالَ: {لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي} [الْكَهْفِ: 38] أَيْ: لَكِنَّ أَنَا، وَقَدْ قَرَأَهَا كَذَلِكَ الْحَسَنُ، قَالَ الْقُرْطُبِيُّ: ثُمَّ قِيلَ: هُوَ مُشْتَقٌّ مِنْ وَلِهَ: إِذَا تَحَيَّرَ، وَالْوَلَهُ ذَهَابُ الْعَقْلِ؛ يُقَالُ: رَجُلٌ وَالِهٌ، وَامْرَأَةٌ وَلْهَى، وَمَاءٌ مُولَهٌ: إِذَا أُرْسِلَ فِي الصَّحَارِي، فَاللَّهُ تَعَالَى تَتَحَيَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ وَالْفِكْرِ فِي حَقَائِقِ صِفَاتِهِ، فَعَلَى هَذَا يَكُوْنُ أَصْلُهُ: وَلَّاهُ، فَأُبْدِلَتِ الْوَاوُ هَمْزَةً، كَمَا قَالُوْا فِيْ وِشَاحٍ: أَشَاحُ، وَوِسَادَةٍ: أَسَادَةٌ،

Al-Qurtubi berkata: Dengan kha' yang dimaknai sebagai 'membingungkan aku'. Al-Kisai dan Al-Farra' mengatakan bahwa asal kata tersebut adalah 'Al-Ilah', mereka menghapus huruf hamzah dan menggabungkan alif lam pertama dengan yang kedua, seperti yang dikatakan dalam firman-Nya: {Tetapi aku adalah Allah, Tuhanku} [Al-Kahf: 38], yaitu: 'Tetapi aku'. Hasan membacanya demikian. Al-Qurtubi kemudian berkata: Ada yang mengatakan bahwa itu berasal dari kata 'walah' yang berarti bingung, dan 'walah' adalah hilangnya akal; dikatakan: 'Seorang pria yang walah' (bingung), dan 'wanita yang walah' (bingung), serta 'air yang mual' ketika ia mengalir di padang pasir. Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebabkan orang-orang yang berakal dan berpikir bingung dengan hakikat sifat-sifat-Nya, sehingga menurut hal ini, asalnya adalah 'walah', kemudian huruf waw diganti menjadi hamzah, seperti yang dikatakan dalam kata 'wishah' menjadi 'ashah', dan 'wisadah' menjadi 'asadah'.

وَقَالَ فَخْرُ الدِّينِ الرَّازِيُّ: وَقِيْلَ: إِنَّهُ مُشْتَقٌّ مِنْ أَلِهْتُ إِلَى فُلَانٍ، أَيْ: سَكَنْتُ إِلَيْهِ، فَالْعُقُوْلُ لَا تَسْكُنُ إِلَّا إِلَى ذِكْرِهِ، وَالْأَرْوَاحُ لَا تَفْرَحُ إِلَّا بِمَعْرِفَتِهِ؛ لِأَنَّهُ الْكَامِلُ عَلَى الْإِطْلَاقِ دُوْنَ غَيْرِهِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ} [الرَّعْدِ: 28] قَالَ: وَقِيلَ: مِنْ لَاهَ يَلُوْهُ: إِذَا احْتَجَبَ. وَقِيلَ: اشْتِقَاقُهُ مِنْ أَلِهَ الْفَصِيْلُ، إِذْ وَلِعَ بِأُمِّهِ، وَالْمَعْنَى: أَنَّ الْعِبَادَ مَأْلُوهُونَ مُولَعُونَ بِالتَّضَرُّعِ إِلَيْهِ فِي كُلِّ الْأَحْوَالِ، قَالَ: وَقِيْلَ: مُشْتَقٌّ مِنْ أَلِهَ الرَّجُلُ يَأْلُهُ: إِذَا فَزِعَ مِنْ أَمْرٍ نَزَلَ بِهِ فَأَلَّهَهُ، أَيْ: أَجَارَهُ، فَالْمُجِيرُ لِجَمِيعِ الْخَلَائِقِ مِنْ كُلِّ الْمَضَارِّ هُوَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: " {وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ} [الْمُؤْمِنُونَ: 88] ، وَهُوَ الْمُنْعِمُ لِقَوْلِهِ: {وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ} [النَّحْلِ: 53] وَهُوَ الْمُطْعِمُ لِقَوْلِهِ: {وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ} [الْأَنْعَامِ: 14] وَهُوَ الْمُوجِدُ لِقَوْلِهِ: {قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ} [النِّسَاءِ: 78] .

Fakhruddin Ar-Razi berkata: Dan ada yang mengatakan bahwa itu berasal dari kata 'Alihtu ila fulan', yang artinya: aku beristirahat kepadanya. Maka akal tidak akan tenang kecuali dengan mengingat-Nya, dan roh tidak akan merasa senang kecuali dengan mengenal-Nya; karena Dia adalah yang paling sempurna tanpa ada yang menyamai-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: {Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram} [Ar-Ra'd: 28]. Dan dikatakan juga bahwa itu berasal dari kata 'Lah' yang berarti terhalang. Dan dikatakan bahwa asalnya berasal dari 'Alihat al-Fasil' (kecintaan anak kepada ibunya), yang berarti bahwa hamba-hamba Allah sangat mencintai untuk berdoa dan memohon kepada-Nya dalam segala keadaan. Dan dikatakan pula bahwa asalnya berasal dari kata 'Ala' (familiar dengan sesuatu), yakni jika seorang pria merasa takut dengan sesuatu yang menimpanya, maka ia akan berlindung kepada-Nya, yang artinya: memohon perlindungan kepada-Nya. Maka, Yang memberi perlindungan kepada semua makhluk dari segala bahaya adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala; sebagaimana firman-Nya: {Dan Dia memberi perlindungan, dan tidak ada yang dapat memberi perlindungan kepada-Nya} [Al-Mu'minun: 88]. Dan Dia adalah Yang memberi nikmat, sebagaimana firman-Nya: {Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka itu berasal dari Allah} [An-Nahl: 53]. Dan Dia adalah Yang memberi makan, sebagaimana firman-Nya: {Dan Dia memberi makan, dan tidak ada yang memberi makan kepada-Nya} [Al-An'am: 14]. Dan Dia adalah Yang menciptakan segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya: {Katakanlah, semuanya itu dari sisi Allah} [An-Nisa: 78].

وَقَدِ اخْتَارَ فَخْرُ الدِّينِ أَنَّهُ اسْمُ عَلَمٍ غَيْرُ مُشْتَقٍّ الْبَتَّةَ، قَالَ: وَهُوَ قَوْلُ الْخَلِيلِ وَسِيبَوَيْهِ وَأَكْثَرُ الْأُصُولِيِّينَ وَالْفُقَهَاءِ، ثُمَّ أَخَذَ يَسْتَدِلُّ عَلَى ذَلِكَ بِوُجُوهٍ مِنْهَا: أَنَّهُ لَوْ كَانَ مُشْتَقًّا لَاشْتَرَكَ فِي مَعْنَاهُ كَثِيرُونَ، وَمِنْهَا: أَنَّ بَقِيَّةَ الْأَسْمَاءِ تُذْكَرُ صفات لَهُ، فَتَقُولُ: اللَّهُ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ، فَدَلَّ أَنَّهُ لَيْسَ بِمُشْتَقٍّ، قَالَ: فَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: {الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ اللَّهِ} [إِبْرَاهِيمِ: 1، 2] عَلَى قِرَاءَةِ الْجَرِّ فَجَعَلَ ذَلِكَ مِنْ بَابِ عَطْفِ الْبَيَانِ، وَمِنْهَا قَوْلُهُ تَعَالَى: {هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا} [مَرْيَمَ: 65] ، وَفِي الِاسْتِدْلَالِ بِهَذِهِ عَلَى كَوْنِ هَذَا الِاسْمَ جَامِدًا غَيْرَ مُشْتَقٍّ نَظَرٌ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

Fakhruddin Ar-Razi memilih bahwa nama tersebut adalah nama khas yang tidak terambil dari kata lain sama sekali. Beliau berkata: 'Ini adalah pendapat Al-Khalil, Sibawayh, dan sebagian besar para ahli ushul serta para fuqaha.' Kemudian beliau memberikan beberapa alasan untuk mendukung pendapat tersebut, di antaranya: bahwa jika itu merupakan kata yang terambil, maka maknanya akan terbagikan kepada banyak hal, dan di antaranya: bahwa sisa-sisa nama lainnya disebutkan sebagai sifat-sifat-Nya, seperti berkata: 'Allah, Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Malik, Al-Quddus', yang menunjukkan bahwa nama itu bukanlah nama yang terambil. Beliau berkata: 'Adapun firman Allah Ta'ala: {Al-Aziz, Al-Hamid, Allah} [Ibrahim: 1, 2] pada bacaan jar, maka hal itu dimaksudkan sebagai penjelasan tambahan. Dan di antaranya pula firman-Nya: {Apakah kamu mengetahui ada yang serupa dengan-Nya?} [Maryam: 65], dan dalam menggunakan dalil ini untuk menunjukkan bahwa nama ini adalah nama yang tetap, bukan terambil, masih ada pertimbangan. Dan Allah lebih mengetahui. (16)

Share:

Ahlussunnah wal Jama'ah

Ahlussunnah wal Jama'ah
Fiqih bermadzhab Syafi'iy, aqidah bermadzhab Asy'ari, Tasawuf bermadzhab Imam Ghazali

Syaikh Nawawi Al Bantani

Syaikh Nawawi Al Bantani
Maha guru ulama nusantara

Bentengi ajaran ahlussunnah wal jama'ah dari penyimpangan golongan Wahabi