Kajian Ilmu Tauhid, Fiqih dan Tasawuf

Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 07 Januari 2025

KONTROVERSI IBNU TAIMIYAH DAN JAWABAN TERHADAP PENDAPATNYA

   الرد على الوهابية

Ar Rad 'alal Wahabiyyah

[BANTAHAN TERHADAP WAHABI] (7)


Ibnu Taimiyah adalah ulama yang diagung-agungkan oleh Wahabi dan sejarah mencatat pada masa hidupnya Ibnu Taimiyah adalah sosok kontroversial. Pendapat nyelenehnya terkait larangan melakukan perjalanan khusus untuk ziarah ke kubur Nabi saw memancing banyak perdebatan dan penolakan. Jadi tidak heran jika Wahabi pun di zaman sekarang menimbulkan banyak perdebatan dan penolakan, karena mereka mengikuti panutannya.

Imam Ibnu Hajar al Asqalani mencatat kisah Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya :

قَالَ الْكِرْمَانِيُّ: وَقَعَ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ فِي عَصْرِنَا فِي الْبِلَادِ الشَّامِيَّةِ مُنَاظَرَاتٌ كَثِيْرَةٌ، وَصُنِّفَ فِيهَا رَسَائِلُ مِنَ الطَّرَفَيْنِ.

Al-Kirmani berkata: "Terjadi banyak perdebatan mengenai masalah ini di era kami di negeri Syam, dan dari kedua belah pihak ditulis berbagai risalah tentangnya."

قُلْتُ: يُشِيرُ إِلَى مَا رَدَّ بِهِ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ السُّبْكِيُّ وَغَيْرُهُ عَلَى الشَّيْخِ تَقِيِّ الدِّيْنِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ، وَمَا انْتَصَرَ بِهِ الْحَافِظُ شَمْسُ الدِّيْنِ ابْنُ عَبْدِ الْهَادِي وَغَيْرُهُ لِابْنِ تَيْمِيَّةَ. وَهِيَ مَشْهُوْرَةٌ فِي بِلَادِنَا. وَالْحَاصِلُ: إِنَّهُمْ أَلْزَمُوْا ابْنَ تَيْمِيَّةَ بِتَحْرِيْمِ شَدِّ الرِّحَالِ إِلَى زِيَارَةِ قَبْرِ سَيِّدِنَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنْكَرْنَا صُورَةَ ذَلِكَ. وَفِي شَرْحِ ذَلِكَ مِنَ الطَّرَفَيْنِ طُوْلٌ، وَهِيَ مِنْ أَبْشَعِ الْمَسَائِلِ الْمَنْقُوْلَةِ عَنْ ابْنِ تَيْمِيَّةَ،

Aku (Ibnu Hajar) berkata : Yang dimaksud adalah tanggapan yang diberikan oleh Syaikh Taqiyuddin As-Subki dan lainnya terhadap Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, serta pembelaan yang dilakukan oleh Al-Hafizh Syamsuddin Ibnu Abdul Hadi dan lainnya terhadap Ibnu Taimiyah. Masalah ini sudah dikenal luas di negeri kami. Adapun kesimpulannya: mereka menisbatkan kepada Ibnu Taimiyah bahwa ia mengharamkan perjalanan khusus (syadd ar-rihal) untuk menziarahi makam Nabi kita, Rasulullah , dan kami mengingkari hal tersebut. Penjelasan dari kedua belah pihak tentang hal ini sangat panjang, dan ini termasuk salah satu masalah yang paling buruk yang dinukil dari Ibnu Taimiyah

وَمِنْ جُمْلَةِ مَا اسْتَدَلَّ بِهِ عَلَى دَفْعِ مَا ادَّعَاهُ غَيْرُهُ مِنَ الْإِجْمَاعِ عَلَى مَشْرُوعِيَّةِ زِيَارَةِ قَبْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَا نُقِلَ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ كَرِهَ أَنْ يَقُولَ: زُرْتُ قَبْرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَقَدْ أَجَابَ عَنْهُ الْمُحَقِّقُونَ مِنْ أَصْحَابِهِ بِأَنَّهُ كَرِهَ اللَّفْظَ أَدَبًا، لَا أَصْلَ الزِّيَارَةِ.  فَإِنَّهَا مِنْ أَفْضَلِ الْأَعْمَالِ وَأَجَلِّ الْقُرُبَاتِ الْمُوَصِّلَةِ إِلَى ذِي الْجَلَالِ، وَأَنَّ مَشْرُوعِيَّتَهَا مَحَلُّ إِجْمَاعٍ بِلَا نِزَاعٍ، وَاللَّهُ الْهَادِي إِلَى الصَّوَابِ.

Di antara dalil yang digunakan untuk menolak klaim adanya ijma' (kesepakatan ulama) tentang disyariatkannya ziarah ke makam Nabi adalah riwayat dari Imam Malik bahwa beliau tidak menyukai seseorang berkata: 'Aku telah menziarahi makam Nabi .' Para ahli tahqiq dari kalangan pengikutnya menjelaskan bahwa ketidaksukaan tersebut terkait dengan lafaznya, sebagai bentuk kesopanan, bukan terhadap esensi ziarah itu sendiri. Sebab, ziarah ke makam Nabi termasuk amalan yang paling utama dan ibadah yang paling agung untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Mulia. Bahkan, kesyariatannya menjadi kesepakatan tanpa ada perselisihan. Allah adalah pemberi petunjuk kepada kebenaran.

قَالَ بَعْضُ الْمُحَقِّقِينَ :  قَوْلُهُ : إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ، الْمُسْتَثْنَى مِنْهُ مَحْذُوْفٌ، فَإِمَّا أَنْ يُقَدِّرَ عَامًّا، فَيَصِيْرَ: لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَى مَكَانٍ فِي أَيِّ أَمْرٍ كَانَ إِلَّا إِلَى الثَّلَاثَةِ، أَوْ أَخَصَّ مِنْ ذَلِكَ. لَا سَبِيلَ إِلَى الْأَوَّلِ لِإِفْضَائِهِ إِلَى سَدِّ بَابِ السَّفَرِ لِلتِّجَارَةِ وَصِلَةِ الرَّحِمِ وَطَلَبِ الْعِلْمِ وَغَيْرِهَا، فَتَعَيَّنَ الثَّانِي. وَالْأَوْلَى أَنْ يُقَدَّرَ مَا هُوَ أَكْثَرُ مُنَاسَبَةً، وَهُوَ: لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَى مَسْجِدٍ لِلصَّلَاةِ فِيهِ إِلَّا إِلَى الثَّلَاثَةِ، فَيَبْطُلُ بِذَلِكَ قَوْلُ مَنْ مَنَعَ شَدَّ الرِّحَالِ إِلَى زِيَارَةِ الْقَبْرِ الشَّرِيفِ وَغَيْرِهِ مِنْ قُبُورِ الصَّالِحِينَ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

Sebagian ahli tahqiq berkata : Terkait sabda Nabi : 'Kecuali ke tiga masjid,' frasa yang dikecualikan darinya tidak disebutkan secara eksplisit. Frasa itu bisa ditafsirkan secara umum, sehingga menjadi: 'Tidak boleh melakukan perjalanan ke tempat manapun untuk tujuan apapun kecuali ke tiga masjid.' Atau lebih khusus dari itu. Penafsiran pertama tidak memungkinkan, karena akan menghalangi perjalanan untuk tujuan perdagangan, silaturahmi, menuntut ilmu, dan lainnya. Maka yang harus dipilih adalah penafsiran kedua. Penafsiran yang lebih tepat adalah: 'Tidak boleh melakukan perjalanan ke masjid untuk shalat di dalamnya kecuali ke tiga masjid.' Dengan demikian, klaim bahwa perjalanan khusus untuk menziarahi makam Nabi yang mulia dan makam orang-orang saleh lainnya dilarang menjadi batal. Allah lebih mengetahui

وَقَالَ السُّبْكِيُّ الْكَبِيرُ: لَيْسَ فِي الْأَرْضِ بُقْعَةٌ لَهَا فَضْلٌ لِذَاتِهَا حَتَّى تُشَدَّ الرِّحَالُ إِلَيْهَا غَيْرَ الْبِلَادِ الثَّلَاثَةِ. وَمُرَادِي بِالْفَضْلِ: مَا شَهِدَ الشَّرْعُ بِاعْتِبَارِهِ وَرَتَّبَ عَلَيْهِ حُكْمًا شَرْعِيًّا. وَأَمَّا غَيْرُهَا مِنَ الْبِلَادِ فَلَا تُشَدُّ إِلَيْهَا لِذَاتِهَا، بَلْ لِزِيَارَةٍ أَوْ جِهَادٍ أَوْ عِلْمٍ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ مِنَ الْمَنْدُوبَاتِ أَوِ الْمُبَاحَاتِ. قَالَ: وَقَدِ الْتَبَسَ ذَلِكَ عَلَى بَعْضِهِمْ، فَزَعَمَ أَنَّ شَدَّ الرِّحَالِ إِلَى الزِّيَارَةِ لِمَنْ فِي غَيْرِ الثَّلَاثَةِ دَاخِلٌ فِي الْمَنْعِ، وَهُوَ خَطَأٌ، لِأَنَّ الِاسْتِثْنَاءَ إِنَّمَا يَكُونُ مِنْ جِنْسِ الْمُسْتَثْنَى مِنْهُ. فَمَعْنَى الْحَدِيثِ: لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنَ الْمَسَاجِدِ، أَوْ إِلَى مَكَانٍ مِنَ الْأَمْكِنَةِ لِأَجْلِ ذَلِكَ الْمَكَانِ إِلَّا إِلَى الثَّلَاثَةِ الْمَذْكُورَةِ. وَشَدُّ الرِّحَالِ إِلَى زِيَارَةٍ أَوْ طَلَبِ عِلْمٍ لَيْسَ إِلَى الْمَكَانِ بَلْ إِلَى مَنْ فِي ذَلِكَ الْمَكَانِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

As Subki al Kabir berkata : Tidak ada tempat di bumi ini yang memiliki keutamaan karena zatnya sehingga seseorang diperintahkan untuk melakukan perjalanan kepadanya, kecuali tiga tempat suci. Yang aku maksud dengan keutamaan adalah keutamaan yang diakui oleh syariat dan dijadikan dasar penetapan hukum syar'i. Adapun tempat-tempat lainnya, tidak boleh dilakukan perjalanan ke sana karena zatnya, tetapi karena tujuan seperti ziarah, jihad, menuntut ilmu, atau kegiatan lainnya yang bersifat dianjurkan atau dibolehkan." Ia berkata:
"Hal ini telah disalahpahami oleh sebagian orang. Mereka mengira bahwa perjalanan untuk menziarahi makam orang yang tidak berada di tiga tempat suci termasuk dalam larangan. Ini adalah kesalahan, karena pengecualian dalam hadis hanya berlaku dalam satu jenis (yakni masjid). Maksud hadis adalah: 'Tidak boleh melakukan perjalanan ke masjid tertentu atau tempat tertentu karena keutamaan tempat tersebut, kecuali ke tiga masjid yang disebutkan.' Adapun perjalanan untuk ziarah atau menuntut ilmu, itu bukanlah perjalanan ke tempatnya, melainkan kepada orang yang berada di tempat tersebut. Allah lebih mengetahui.

[Kitab Fathul Baari. Hal. 66. Juz 3].

 

Imam Taqiyudin as Subki juga berkata di dalam kitab fatwanya :

كُنْت رَدَدْت عَلَيْهِ فِي حَيَاتِهِ فِي إنْكَارِهِ السَّفَرَ لِزِيَارَةِ الْمُصْطَفَى - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَفِي إنْكَارِهِ وُقُوعَ الطَّلَاقِ إذَا حُلِفَ بِهِ ثُمَّ ظَهَرَ لِي مِنْ حَالِهِ مَا يَقْتَضِي أَنَّهُ لَيْسَ مِمَّنْ يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ فِي نَقْلٍ يَنْفَرِدُ بِهِ لِمُسَارَعَتِهِ إلَى النَّقْلِ لِفَهْمِهِ كَمَا فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ وَلَا فِي بَحْثٍ يُنْشِئُهُ لِخَلْطِهِ الْمَقْصُودَ بِغَيْرِهِ وَخُرُوجِهِ عَنْ الْحَدِّ جِدًّا، وَهُوَ كَانَ مُكْثِرًا مِنْ الْحِفْظِ وَلَمْ يَتَهَذَّبْ بِشَيْخٍ وَلَمْ يُرْتَضْ فِي الْعُلُومِ بَلْ يَأْخُذْهَا بِذِهْنِهِ مَعَ جَسَارَتِهِ وَاتِّسَاعِ خَيَالِ وَشَغَبٍ كَثِيرٍ، ثُمَّ بَلَغَنِي مِنْ حَالِهِ مَا يَقْتَضِي الْإِعْرَاضَ عَنْ النَّظَرِ فِي كَلَامِهِ جُمْلَةً. وَكَانَ النَّاسُ فِي حَيَاتِهِ اُبْتُلُوا بِالْكَلَامِ مَعَهُ لِلرَّدِّ عَلَيْهِ وَحُبِسَ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ وَوُلَاةِ الْأُمُورِ عَلَى ذَلِكَ ثُمَّ مَاتَ.

Imam as-Subki berkata: "Aku pernah membantahnya (Ibnu Taimiyah) ketika ia masih hidup, terkait penolakannya terhadap anjuran melakukan perjalanan untuk menziarahi makam Rasulullah , dan juga terkait penolakannya atas terjadinya talak jika seseorang bersumpah dengannya (dalam bentuk sumpah talak). Kemudian, menjadi jelas bagiku dari keadaannya sesuatu yang menunjukkan bahwa ia bukanlah orang yang dapat diandalkan dalam periwayatan yang hanya disampaikannya seorang diri. Hal ini karena ia terlalu tergesa-gesa dalam menyampaikan sesuatu berdasarkan pemahamannya, seperti dalam masalah ini. Ia juga tidak dapat diandalkan dalam pembahasan yang disusunnya sendiri, karena ia sering mencampuradukkan tujuan dengan hal-hal lain dan melampaui batas secara berlebihan. Ia adalah orang yang memiliki banyak hafalan, tetapi ia tidak mendapatkan pendidikan yang terarah dari seorang guru, dan ia tidak mendalami ilmu secara layak. Sebaliknya, ia mempelajarinya berdasarkan pemahaman pribadinya, disertai dengan keberaniannya, keluasan imajinasinya, dan banyaknya kekacauan dalam pandangannya. Kemudian, aku mendengar tentang keadaannya sesuatu yang membuatku berpaling untuk tidak lagi memerhatikan perkataannya secara keseluruhan. Pada masa hidupnya, orang-orang diuji dengan perdebatan dengannya untuk membantah pandangannya, dan ia dipenjara dengan kesepakatan seluruh umat Islam serta penguasa pada masa itu. Kemudian ia meninggal dunia."

[Kitab Fatawa as Subkiy. Hal. 210.]

Tradisi para ulama itu selalu mengangkat kembali pembahasan terkait pendapat-pendapat ulama yang memiliki pendapat nyeleneh disetiap generasinya untuk menjaga agar pendapat nyeleneh itu tidak diikuti orang-orang awam. Maka kita pun harus mengikuti tradisi para ulama tersebut karena ulama adalah panutan kita.

Share:

0 comments:

Posting Komentar

Ahlussunnah wal Jama'ah

Ahlussunnah wal Jama'ah
Fiqih bermadzhab Syafi'iy, aqidah bermadzhab Asy'ari, Tasawuf bermadzhab Imam Ghazali