Kajian Ilmu Tauhid, Fiqih dan Tasawuf

Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 20 Desember 2024

JAWABAN TERHADAP ARGUMENTASI USTAD FIRANDA ANDIRJA TERKAIT SIFAT ISTAWA

 

 

الرد على الوهابية

Ar Rad 'alal Wahabiyyah

[BANTAHAN TERHADAP WAHABI] (1)


Ustad Firanda berkata :

Diantara aqidah Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah –yang juga merupakan aqidah para as-Salaf as-Sholeh- bahwasanya Allah berada di atas langit.

Aqidah Al-Imam Asy-Syafi’i tentang Allah di atas telah diakui oleh para ulama Asy-Syafi’iyah diantaranya Imam Al-Baihaqi, Al-Imam Adz-Dzahabi, dan Al-Barzanji rahimahumullah.

Al-Baihaqi (wafat 458 H) –salah seorang ulama besar madzhab Asy-Syafi’iyah-  berkata :

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، قَالَ: هَذِهِ نُسْخَةُ الْكِتَابِ الَّذِي أَمْلَاهُ الشَّيْخُ أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ أَيُّوبَ فِي مَذْهَبِ أَهْلِ السُّنَّةِ فِيمَا جَرَى بَيْنَ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ خُزَيْمَةَ وَبَيْنَ أَصْحَابِهِ، فَذَكَرَهَا وَذَكَرَ فِيهَا: {الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى} [طه: 5] بِلَا كَيْفٍ، وَالْآثَارُ عَنِ السَّلَفِ فِي مِثْلِ هَذَا كَثِيرَةٌ" وَعَلَى هَذِهِ الطَّرِيقِ يَدُلُّ مُذْهِبُ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَإِلَيْهَا ذَهَبَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَالْحُسَيْنُ بْنُ الْفَضْلِ الْبَجَلِيُّ. وَمِنَ الْمُتَأَخِّرِينَ أَبُو سُلَيْمَانَ الْخَطَّابِيُّ

“Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdillah Al-Haafiz, ia berkata : Inilah naskah kitab yang didiktekan oleh Syaikh Abu Bakr Ahmad bin Ayyuub tentang madzhab Ahlus Sunnah, tentang apa yang terjadi antara Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dengan para sahabatnya… dan ia menyebutkan diantaranya :

الرحمن على العرش استوى بلا كيف

Ar-Rahman berada di atas ‘Arsy tanpa ditanya bagaimananya. Dan atsar dari para salaf tentang yang seperti ini banyak. Dan madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i radhiallahu ‘anhu menunjukkan berada di atas jalan ini, dan ini juga merupakan madzhab Ahmad bin Hanbal, dan Al-Husain bin Al-Fadhl Al-Bajali dan dari kalangan para ulama mutaakhirin adalah Abu Sulaiman Al-Khotthoobi” (Al-Asmaa’ wa as-Shifaat 2/308)

Sumber : https://firanda.com/ajaran-ajaran-madzhab-syafi-i-yang-dilanggar-oleh-sebagian-pengikutnya-5-keyakinan-bahwa-allah-di-atas-langit/

 

*Jawaban :*

Yang dilakukan ustad Firanda adalah mengutip sebagian kitab lalu meninggalkan bagian lainnya untuk menggiring opini orang-orang awam kepada maksud yang dikehendakinya dengan menyandarkan pemahamannya kepada para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah. Ustad Firanda mengutip riwayat Imam Baihaqi di dalam kitab al Asma wa Shifat, di mana kitab tersebut ditulis sendiri oleh Imam Baihaqi yang meriwayatkan perkataan salaf yang menetapkan sifat sesuai redaksi yang ada di dalam al Quran dan sunnah lalu diam tanpa menjelaskan maksudnya.

Namun oleh ustad Firanda dibawa maksudnya kepada maksud yang dia kehendaki yaitu menetapkan dzat Allah berada di atas Arsy dengan makna menetap atau berada pada satu arah dari arah-arah Arsy.

Seandainya Ustad Firanda berlaku jujur dan adil di dalam mengutip perkataan ulama, seharusnya dia mengutip juga penjelasan Imam Baihaqi di dalam kitab yang sama dengan yang dikutipnya, hanya berbeda halaman. Di mana Imam Baihaqi menjelaskan maksud dari perkataan salaf yang diriwayatkannya dengan perkataannya :

وَلَيْسَ مَعْنَى قَوْلِ الْمُسْلِمِينَ: إِنَّ اللَّهَ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ، هُوَ أَنَّهُ مُمَاسٌّ لَهُ، أَوْ مُتَمَكِّنٌ فِيهِ، أَوْ مُتَحَيِّزٌ فِي جِهَةٍ مِنْ جِهَاتِهِ

Makna perkataan kaum muslimin "sesungguhnya Allah beristawa di atas Arsy" bukan dialah Allah yang menyentuh Arsy, atau yang bertempat di dalamnya, atau yang berada pada satu arah dari arah-arah Arsy.

(Al-Asmaa’ wa as-Shifaat 2/278)

 

Lebih jelas lagi penjelasan Imam Baihaqi di dalam kitab nya yang lain yang menjelaskan dengan perkataannya :

لَكِنَّهُ مُسْتَوٍ عَلَى عَرْشِهِ كَمَا أَخْبَرَ بِلَا كَيْفٍ بِلَا أَيْنَ

Akan tetapi Allah adalah yang beristawa di atas Arsy-Nya sebagaimana yang sudah dikabarkan tanpa kaif dan tanpa pertanyaan di mana.

(Al-I'tiqad 'alaa Madzhab as-Salaf 1/116)

 

Dari penjelasan Imam Baihaqi tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa menetapkan Allah beristawa di atas Arsy maksudnya bukan sebagai jawaban dari pertanyaan di mana Allah dan bukan maksudnya meyakini posisi dzat Allah menetap atau berada pada satu arah.

 

Ustadz Firanda berkata :

Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah –salah seorang ulama madzhab syafi’iyah- juga berkata :

روى شيخ الإسلام أبو الحسن الهكاري والحافظ أبو محمد المقدسي بإسنادهم إلى أبي ثور وأبي شعيب كلاهما عن الإمام محمد بن إدريس الشافعي ناصر الحديث رحمه الله تعالى قال القول في السنة التي أنا عليها ورأيت عليها الذين رأيتهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وأن الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وينزل إلى السماء الدنيا كيف شاء

“Syaikhul Islam Abul Hasan Al-Hikaari dan Al-Haafizh Abu Muhammad Al-Maqdisi meriwayatkan dengan sanad mereka kepada Abu Tsaur dan Abu Syu’aib, mereka berdua meriwayatkan dari Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i sang penolong hadits rahimahullah ia berkata :

“Perkataan tentang sunnah yang aku berada di atasnya dan aku melihat orang-orang yang aku lihat berada di atasnya seperti Sufyan, Malik, dan selain mereka berdua yaitu mengakui syahadah Laa ilaaha illaallah dan Muhammad Rasulullah, dan bahwasanya Allah berada di atas ‘ArsyNya di langit, ia dekat dengan makhukNya sebagaimana yang Ia kehendaki dan ia turun ke langit dunia sebagaimana yang Ia kehendaki” (Al-‘Uluw Li Al-‘Aliy al-Goffaar hal 165 no 443, atsar ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Qudaamah Al-Maqdisi wafat 620 H dalam kitabnya Itsbaat Sifat al-‘Uluw hal 180 no 92)

 

Jawaban :

Sama seperti di dalam penukilan perkataan Imam Baihaqi, seandainya ustadz Firanda berlaku adil dan jujur di dalam menukil perkataan Imam adz Dzahabi, seharunya ia menukil juga penjelasan Imam adz Dzahabi, di mana Imam adz Dzahabi menjelaskan dengan perkataannya :

 فَقَولُنَا فِي ذَلِكَ وَبَابِهِ: الإِقرَارُ، وَالإِمْرَارُ، وَتَفْويضُ مَعْنَاهُ إِلَى قَائِلِه الصَّادِقِ المَعْصُومِ

Pendapat kami di dalam masalah sifat yang demikian itu dan di dalam babnya adalah berikrar, membiarkan (tanpa takwil) dan mentafwidh maknanya kepada yang mengatakannya yang memiliki sifat shadiq lagi ma'shum.

(Siyar A'lam an Nubala 8/105)

 

Dari penjelasan Imam adz Dzahabi kita bisa memahami bahwa para ulama salaf yang berkata dengan sifat istawa dan fauqiyah (sifat di atas) tanpa takwil maksudnya disertai dengan mentafwidh maknanya, tidak seperti maksud yang dikehendaki oleh ustadz Firanda.

Perkataan dengan sifat-sifat tanpa takwil merupakan madzhab mayoritas para ulama salaf, tentu akan mudah bagi ustadz Firanda mengutip ratusan kalam ulama yang berkata dengan sifat istawa dan fauqiyah, namun semua itu maksudnya disertai dengan menyerahkan maknanya kepada Allah. Memang demikianlah madzhab orang-orang yang disesatkan oleh Allah, di mana mereka akan mengutip kalam-kalam ulama yang berkata dengan ayat mutasyabihat lalu mereka bawa maksudnya kepada makna sesat yang mereka kehendaki mengingat lafadznya yang mutasyabih (samar atau ambigu).

 

Abdurrachman asy Syafi'iy

Share:

0 comments:

Posting Komentar

Ahlussunnah wal Jama'ah

Ahlussunnah wal Jama'ah
Fiqih bermadzhab Syafi'iy, aqidah bermadzhab Asy'ari, Tasawuf bermadzhab Imam Ghazali