الرد على الوهابية
Ar Rad 'alal Wahabiyyah
[BANTAHAN TERHADAP WAHABI] (1)
Ustad Firanda berkata :
Diantara aqidah Al-Imam Asy-Syafi’i
rahimahullah –yang juga merupakan aqidah para as-Salaf as-Sholeh- bahwasanya
Allah berada di atas langit.
Aqidah Al-Imam Asy-Syafi’i tentang Allah di
atas telah diakui oleh para ulama Asy-Syafi’iyah diantaranya Imam Al-Baihaqi,
Al-Imam Adz-Dzahabi, dan Al-Barzanji rahimahumullah.
Al-Baihaqi (wafat 458 H) –salah seorang ulama
besar madzhab Asy-Syafi’iyah- berkata :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، قَالَ: هَذِهِ
نُسْخَةُ الْكِتَابِ الَّذِي أَمْلَاهُ الشَّيْخُ أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ
إِسْحَاقَ بْنِ أَيُّوبَ فِي مَذْهَبِ أَهْلِ السُّنَّةِ فِيمَا جَرَى بَيْنَ
مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ خُزَيْمَةَ وَبَيْنَ أَصْحَابِهِ، فَذَكَرَهَا
وَذَكَرَ فِيهَا: {الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى} [طه: 5] بِلَا كَيْفٍ،
وَالْآثَارُ عَنِ السَّلَفِ فِي مِثْلِ هَذَا كَثِيرَةٌ" وَعَلَى هَذِهِ
الطَّرِيقِ يَدُلُّ مُذْهِبُ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَإِلَيْهَا
ذَهَبَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَالْحُسَيْنُ بْنُ الْفَضْلِ الْبَجَلِيُّ. وَمِنَ
الْمُتَأَخِّرِينَ أَبُو سُلَيْمَانَ الْخَطَّابِيُّ
“Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin
Abdillah Al-Haafiz, ia berkata : Inilah naskah kitab yang didiktekan oleh
Syaikh Abu Bakr Ahmad bin Ayyuub tentang madzhab Ahlus Sunnah, tentang apa yang
terjadi antara Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dengan para sahabatnya… dan ia
menyebutkan diantaranya :
الرحمن على العرش استوى بلا كيف
Ar-Rahman berada di atas ‘Arsy tanpa ditanya
bagaimananya. Dan atsar dari para salaf tentang yang seperti ini banyak. Dan
madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i radhiallahu ‘anhu menunjukkan berada di atas jalan
ini, dan ini juga merupakan madzhab Ahmad bin Hanbal, dan
Al-Husain bin Al-Fadhl Al-Bajali dan dari kalangan para ulama mutaakhirin
adalah Abu Sulaiman Al-Khotthoobi” (Al-Asmaa’ wa as-Shifaat 2/308)
*Jawaban :*
Yang dilakukan ustad
Firanda adalah mengutip sebagian kitab lalu meninggalkan bagian lainnya untuk
menggiring opini orang-orang awam kepada maksud yang dikehendakinya dengan
menyandarkan pemahamannya kepada para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah. Ustad
Firanda mengutip riwayat Imam Baihaqi di dalam kitab al Asma wa Shifat, di mana
kitab tersebut ditulis sendiri oleh Imam Baihaqi yang meriwayatkan perkataan
salaf yang menetapkan sifat sesuai redaksi yang ada di dalam al Quran dan
sunnah lalu diam tanpa menjelaskan maksudnya.
Namun oleh ustad
Firanda dibawa maksudnya kepada maksud yang dia kehendaki yaitu menetapkan dzat
Allah berada di atas Arsy dengan makna menetap atau berada pada satu arah dari
arah-arah Arsy.
Seandainya Ustad
Firanda berlaku jujur dan adil di dalam mengutip perkataan ulama, seharusnya
dia mengutip juga penjelasan Imam Baihaqi di dalam kitab yang sama dengan yang
dikutipnya, hanya berbeda halaman. Di mana Imam Baihaqi menjelaskan maksud dari
perkataan salaf yang diriwayatkannya dengan perkataannya :
وَلَيْسَ مَعْنَى قَوْلِ
الْمُسْلِمِينَ: إِنَّ اللَّهَ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ، هُوَ أَنَّهُ مُمَاسٌّ
لَهُ، أَوْ مُتَمَكِّنٌ فِيهِ، أَوْ مُتَحَيِّزٌ فِي جِهَةٍ مِنْ جِهَاتِهِ
Makna perkataan kaum
muslimin "sesungguhnya Allah beristawa di atas Arsy" bukan dialah
Allah yang menyentuh Arsy, atau yang bertempat di dalamnya, atau yang berada
pada satu arah dari arah-arah Arsy.
(Al-Asmaa’ wa as-Shifaat 2/278)
Lebih jelas lagi
penjelasan Imam Baihaqi di dalam kitab nya yang lain yang menjelaskan dengan
perkataannya :
لَكِنَّهُ مُسْتَوٍ
عَلَى عَرْشِهِ كَمَا أَخْبَرَ بِلَا كَيْفٍ بِلَا أَيْنَ
Akan tetapi Allah
adalah yang beristawa di atas Arsy-Nya sebagaimana yang sudah dikabarkan tanpa
kaif dan tanpa pertanyaan di mana.
(Al-I'tiqad 'alaa
Madzhab as-Salaf 1/116)
Dari penjelasan Imam
Baihaqi tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa menetapkan Allah beristawa di
atas Arsy maksudnya bukan sebagai jawaban dari pertanyaan di mana Allah dan
bukan maksudnya meyakini posisi dzat Allah menetap atau berada pada satu arah.
Ustadz Firanda berkata :
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah
–salah seorang ulama madzhab syafi’iyah- juga berkata :
روى شيخ الإسلام أبو الحسن
الهكاري والحافظ أبو محمد المقدسي بإسنادهم إلى أبي ثور وأبي شعيب كلاهما عن
الإمام محمد بن إدريس الشافعي ناصر الحديث رحمه الله تعالى قال القول في السنة
التي أنا عليها ورأيت عليها الذين رأيتهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة
أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وأن الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه
كيف شاء وينزل إلى السماء الدنيا كيف شاء
“Syaikhul Islam Abul Hasan
Al-Hikaari dan Al-Haafizh Abu Muhammad Al-Maqdisi meriwayatkan dengan sanad
mereka kepada Abu Tsaur dan Abu Syu’aib, mereka berdua meriwayatkan dari
Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i sang penolong hadits rahimahullah ia
berkata :
“Perkataan tentang sunnah yang
aku berada di atasnya dan aku melihat orang-orang yang aku lihat berada di
atasnya seperti Sufyan, Malik, dan selain mereka berdua yaitu mengakui syahadah
Laa ilaaha illaallah dan Muhammad Rasulullah, dan bahwasanya Allah
berada di atas ‘ArsyNya di langit, ia dekat dengan makhukNya sebagaimana yang
Ia kehendaki dan ia turun ke langit dunia sebagaimana yang Ia kehendaki”
(Al-‘Uluw Li Al-‘Aliy al-Goffaar hal 165 no 443, atsar ini juga diriwayatkan
oleh Ibnu Qudaamah Al-Maqdisi wafat 620 H dalam kitabnya Itsbaat Sifat al-‘Uluw
hal 180 no 92)
Jawaban :
Sama seperti di dalam
penukilan perkataan Imam Baihaqi, seandainya ustadz Firanda berlaku adil dan
jujur di dalam menukil perkataan Imam adz Dzahabi, seharunya ia menukil juga
penjelasan Imam adz Dzahabi, di mana Imam adz Dzahabi menjelaskan dengan perkataannya
:
فَقَولُنَا فِي ذَلِكَ وَبَابِهِ: الإِقرَارُ،
وَالإِمْرَارُ، وَتَفْويضُ مَعْنَاهُ إِلَى قَائِلِه الصَّادِقِ المَعْصُومِ
Pendapat kami di dalam
masalah sifat yang demikian itu dan di dalam babnya adalah berikrar, membiarkan
(tanpa takwil) dan mentafwidh maknanya kepada yang mengatakannya yang memiliki
sifat shadiq lagi ma'shum.
(Siyar A'lam an Nubala
8/105)
Dari penjelasan Imam
adz Dzahabi kita bisa memahami bahwa para ulama salaf yang berkata dengan sifat
istawa dan fauqiyah (sifat di atas) tanpa takwil maksudnya disertai dengan
mentafwidh maknanya, tidak seperti maksud yang dikehendaki oleh ustadz Firanda.
Perkataan dengan
sifat-sifat tanpa takwil merupakan madzhab mayoritas para ulama salaf, tentu
akan mudah bagi ustadz Firanda mengutip ratusan kalam ulama yang berkata dengan
sifat istawa dan fauqiyah, namun semua itu maksudnya disertai dengan
menyerahkan maknanya kepada Allah. Memang demikianlah madzhab orang-orang yang
disesatkan oleh Allah, di mana mereka akan mengutip kalam-kalam ulama yang
berkata dengan ayat mutasyabihat lalu mereka bawa maksudnya kepada makna sesat
yang mereka kehendaki mengingat lafadznya yang mutasyabih (samar atau ambigu).
Abdurrachman asy Syafi'iy
0 comments:
Posting Komentar