الرد على الوهابية
Ar Rad 'alal Wahabiyyah
[BANTAHAN TERHADAP WAHABI] (2)
Ustad
Firanda berargumentasi dengan mengutip kalam Imam Bukhari, Imam Ibnu Bathal dan
Imam Ibnu Hajar al Asqalani untuk menguatkan pendapatnya yang menyatakan dzat
Allah berada di atas Arsy dengan makna menetap pada satu arah dari arah-arah
Arsy.
Ustad Firanda berkata :
Bahkan para ulama hadits yang
mengumpulkan hadits-hadits Nabi juga membantah pemahaman Jahmiyah ini. Seperti
Al-Imam Al-Bukhari dalam shahihnya berkata كتاب
الرد على الجهمية “Kitab
bantahan terhadap Jahmiyah” (dan judul seperti ini terdapat dalam shahih Al-Bukhari
dalam riwayat Al-Mustamli, dan juga terdapa pada nuskhoh Ibnu Battol dan Ibnu
At-Tiin, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari
13/344)
Dan dalam kitab tersebut Imam
Al-Bukhari membawakan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Allah berada di atas
langit sebagai bantahan kepada
aqidah Jahmiyah yang mengingkari adanya Allah di atas langit. Imam Al-Bukhari
berkata :
باب قول الله تعالى {تعرج
الملائكة والروح إليه} وقوله جل ذكره {إليه يصعد الكلم الطيب} وقال أبو جمرة عن
ابن عباس بلغ أبا ذر مبعث النبي صلى الله عليه وسلم فقال لأخيه أَعْلِمْ لِي
عِلْمَ هذا الرجلِ الَّذِي يَزْعُمُ أَنَّهُ يَأْتِيْهِ الْخَبَرُ مِنَ السَّمَاءِ
“Bab firman Allah
Ta’aala “Para malaikat dan Jibril naik ke Allah” (QS
Al-Ma’aarij :4), dan firman Allah “Kepada
Allah lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amalan sholeh
dinaikkanNya” (QS Faathir : 10). Dan Abu Hamzah berkata, “Dari
Ibnu Abbaas : Bahwasanya tatkala kabar tentang diutusnya Nabi Muhammad sampai
kepada Abu Dzar maka Abu Dzar –radhiallahu ‘anhu- berkata kepada saudaranya :
Kabarkanlah kepadaku tentang ilmu orang ini (yaitu Nabi Muhammad) yang
menyangka bahwasanya telah datang kepadanya khabar dari langit !” (Shahih Al-Bukhari 9/126).
Pendalilan Imam Al-Bukhari ini
telah diisyaratkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam perkataannya:
حديث أخرجه البخاري في كتاب الرد
على الجهمية من صحيحه في باب قوله إليه يصعد الكلم الطيب عن ابن عباس قال بلغ أبا
ذر مبعث النبي فقال لأخيه أعلم لي علم هذا الرجل الذي يزعم أنه يأتيه الخبر من
السماء
“Sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Kitab Bantahan terhadap Jahmiyah dari
kitab shahihnya, yaitu pada Bab firman Allah Ta’aala “Kepada Allah lah naik
perkataan-perkataan yang baik dan amalan sholeh dinaikkanNya” (Al-‘Uluw li
Al-‘Aliy Al-Goffaar).
Jawaban :
Perlu
diketahui bahwa letak persoalan bukanlah terkait apakah para ulama ahlussunnah
wal jama'ah menetapkan sifat istawa dan fauqiyah (sifat di atas Arsy) tanpa
takwil. Karena hal itu disepakati kebolehannya.
Persoalannya
terletak pada pertanyaan : apakah di dalam menetapkan sifat tanpa takwil
tersebut meyakini makna hakikat secara tekstualis atau dengan mentafwidh
maknanya ?
Yad
berdasarkan sudut pandang orang arab yang berbahasa arab makna hakikat tekstualisnya
adalah jarihah (anggota badan) sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
dengan kata tangan. Namun, tatkala disifatkan kepada Allah makna jarihah tidak
diyakini, bahkan Wahabi pun sepakat dengan keyakinan tersebut. Itu artinya
menetapkan sifat sesuai redaksi al Qur'an dan sunnah tidak wajib meyakini makna
hakikat secara tekstualis.
Makna
jarihah di dalam sifat yad tidak diyakini karena alasan jarihah adalah sifat
jisim, maka seharusnya di dalam sifat istawa dan fauqiyah juga tidak meyakini
makna tekstualisnya, yaitu menetap pada satu arah atau bertempat, karena
sama-sama sifat jisim.
Ustad
Firanda menyebut nama-nama ulama seperti Imam Ibnu Bathal dan Imam Ibnu Hajar
al Asqalani dengan kitabnya yaitu kitab Fathul Baari kemudian mengutip perkataan
Imam Bukhari yang berdalil dengan firman Allah dan berkata :
باب قول الله تعالى {تعرج الملائكة والروح إليه} وقوله جل ذكره {إليه
يصعد الكلم الطيب}
“Bab firman
Allah Ta’aala “Para
malaikat dan Jibril naik ke Allah” (QS Al-Ma’aarij :4), dan
firman Allah “Kepada
Allah lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amalan sholeh
dinaikkanNya” (QS Faathir : 10).
Lalu
dibawa maksudnya sesuai dengan yang dikehendakinya untuk mendukung keyakinannya
yang meyakini dzat Allah menetap pada satu arah atau bertempat.
Seandainya
Ustad Firanda orang yang jujur dan adil di dalam menukil perkataan ulama,
seharusnya ia menukil penjelasan Imam Ibnu Bathal di dalam kitab Fathul Baari
milik Imam Ibnu Hajar al Asqalani yang menjelaskan tentang perkataan Imam
Bukhari di dalam mengutip Surat Faathir ayat 10. Berikut nukilannya :
وَقَالَ بنْ بَطَّالٍ غَرَضُ الْبُخَارِيِّ فِيْ هَذَا
الْبَابِ الرَّدُّ عَلَى الْجَهْمِيَّةِ الْمُجَسِّمَةِ فِي تَعَلُّقِهَا بِهَذِهِ
الظَّوَاهِرِ وَقَدْ تَقَرَّرَ أَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِجِسْمٍ فَلَا يَحْتَاجُ
إِلَى مَكَانٍ يَسْتَقِرُّ فِيْهِ فَقَدْ كَانَ وَلَا مَكَانَ وَإِنَّمَا أَضَافَ الْمَعَارِجَ
إِلَيْهِ إِضَافَةَ تَشْرِيفٍ وَمَعْنَى الِارْتِفَاعِ إِلَيْهِ اعْتِلَاؤُهُ مَعَ
تَنْزِيهِهِ عَنِ الْمَكَانِ انْتَهَى
Imam Ibnu Bathal berkata : Tujuan Imam Bukhari di
dalam bab ini adalah membantah Jahmiyah Mujassimah di dalam argumentasinya
dengan teks-teks ayat ini secara tekstualis. Sudah pasti sesungguhnya Allah bukan
jisim maka tidak butuh tempat untuk menetap di atasnya, sesungguhnya Allah ada
dan tidak ada tempat. Dan pastinya menyandarkan tempat-tempat tinggi kepada
Allah merupakan kiasan idhafat tasyrif (penyandaran untuk memuliakan Allah),
makna (malaikat) naik kepada Nya adalah isyarat kemuliaan Nya disertai
mensucikan Nya dari tempat. Selesai.
[Kitab Fathul baari 13/417].
Imam Ibnu Hajar al Asqalani juga menjelaskan dengan
perkataannya :
وَلَيْسَ قَوْلُنَا إِنَّ اللَّهَ عَلَى الْعَرْشِ أَيْ مُمَاسٌّ لَهُ أَوْ
مُتَمَكِّنٌ فِيهِ أَوْ مُتَحَيِّزٌ فِي جِهَةٍ مِنْ جِهَاتِهِ بَلْ هُوَ خَبَرٌ
جَاءَ بِهِ التَّوْقِيْفُ فَقُلْنَا لَهُ بِهِ وَنَفَيْنَا عَنْهُ التَّكْيِيفَ
إِذْ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَبِاللَّهِ التَّوْفِيقُ
Perkataan kami sesungguhnya Allah di atas Arsy
maksudnya bukan Allah yang menyentuh Arsy atau yang berada di atasnya atau yang
menetap pada satu arah dari arah-arah Arsy, tetapi yang demikian adalah kabar
dari al Quran dan Sunnah, maka kami berkata dengannya dan kami meniadakan
darinya kaifiyah, karena tidak ada yang menyerupai Nya segala sesuatu apapun.
Semoga Allah memberikan taufiq.
[Kitab Fathul Baari 13/413]
Faktanya apa yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Bathal dan
Imam Ibnu Hajar al Asqalani membantah keyakinan Ustad Firanda. Seandainya kami
tidak menjawab Ustad Firanda niscaya orang-orang awam akan menyangka bahwa Imam
Ibnu Bathal, Imam Ibnu Hajar al Asqalani dan Imam Bukhari memiliki keyakinan
yang sama dengan Ustad Firanda. Jelas itu adalah fitnah yang keji terhadap para
ulama ahlussunnah wal jama'ah. Semoga Allah menjaga umat muslim dari fitnah
Wahabi.
Ustad Firanda juga
menyebut nama Imam adz Dzahabi dengan perkataannya " Pendalilan Imam Al-Bukhari ini telah diisyaratkan oleh Imam
Adz-Dzahabi dalam perkataannya (di dalam kitab al Uluw lil 'Aliyyil Goffar)". Namun lagi-lagi Ustad Firanda tidak jujur dan
tidak adil di dalam menukil kitab ulama. Karena seandainya jujur dan adil
seharunya menukilkan juga penjelasan Imam adz Dzahabi di dalam kitab al Uluw
lil 'Aliyyil Goffar yang menjelaskan para ulama salaf mentafwidh makna dengan
mengutip perkataan Imam Haramain seorang ulama besar Asy'ariyyah :
وَذَهَبَ أَئِمَّةُ السَّلَفِ إِلَى الْاِنْكِفَافَ
عَنِ التَّأْوِيْل وإجراء الظَّوَاهِر على مواردها وتفويض مَعَانِيهَا إِلَى الرب
عزوجل
Para Imam
Salaf menempuh jalan tidak mentakwil dan menetapkan redaksi-redaksi sifat
sesuai pada tempat-tempatnya dan mentafwidh makna-maknanya kepada ar Rabb
(Allah) 'azza wa jalla.
[Kitab al
Uluw lil 'Aliyyil Goffar 1/257]
Penjelasan
Imam adz Dzahabi jelas membantah keyakinan Ustad Firanda, karena orang-orang
seperti Ustad Firanda sudah tentu tidak mentafwidh makna, melainkan meyakini
makna istawa dan fauqiyah secara tekstualis. Demikianlah fitnah-fitnah yang diciptakan
kaum tekstualis, di mana mereka mengutip ayat-ayat mutasyabihat untuk membuat
fitnah dan menentukan maknanya sesuai dengan makna sesat yang mereka kehendaki.
Abdurrachman asy Syafi'iy
0 comments:
Posting Komentar