الرد على الوهابية
Ar Rad 'alal Wahabiyyah
[BANTAHAN TERHADAP WAHABI] (9)
Wahabi dengan keyakinannya yang meyakini dzat Allah menetap pada satu arah, yaitu arah atas menjadikan hadits tentang melihat Allah sebagai dalil bagi keyakinannya tersebut kemudian mereka nisbatkan kepada Aqidah salaf Ahlussunnah wal jama'ah dengan menukilkan perkataan Imam ash Shabuni.
Wahabi berkata: "Adapun
Aqidah Salaf Ahlussunah menetapkan Ru'yatullah dengan menghadap ke arah
tertentu. Imam ash-Shabuni raihimahullah berkata:"
وَيَشْهَدُ
أَهْلُ السُّنَّةِ أَنَّ الْمُؤْمِنِينَ يَرَوْنَ رَبَّهُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
بِأَبْصَارِهِمْ، وَيَنْظُرُونَ إِلَيْهِ عَلَى مَا وَرَدَ بِهِ الْخَبَرُ
الصَّحِيحُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ:
(إِنَّكُمْ تَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ الْقَمَرَ لَيْلَةَ الْبَدْرِ)،
وَالتَّشْبِيهُ وَقَعَ لِلرُّؤْيَةِ بِالرُّؤْيَةِ، لَا لِلْمَرْئِيِّ
بِالْمَرْئِيِّ.
"Ahlussunnah bersaksi bahwa kaum mukminin akan melihat Rabb mereka dengan mata mereka. Mereka akan melihat pada-Nya sesuai yang disebutkan dalam hadits yang sahih bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian seperti melihat bulan pada malam purnama”. Pada hadits ini penyerupaan terjadi pada penglihatan dengan penglihatan bukan penyerupaan objek yang dilihat dengan objek yang dilihat.”
(Ash-Shabuni, Aqidah as-Salaf Wa Ashabul Hadits, tahqiq Dr. Nashir bin Abd. Rahman bin Muhammad al-Jadi’, hal. 263-264, Daar al-Ashimah-Riyadh, cet. 2, 1419 H.)
Jawaban :
Jika dilihat dari perkataan Imam
ash Shabuni yang dinukil Wahabi nampak jelas bahwa Imam ash Shabuni hanya
menuturkan hadits "…sebagaimana kalian melihat bulan.." dan sama
sekali tidak menyimpulkan bahwa akan melihat dzat Allah berada di arah atas.
Maha suci Allah dari sifat demikian. Padahal di sana jelas dikatakan oleh Imam
ash Shabuni bahwa tasybih di dalam hadits adalah tasybih ar ru'yah bir ru'yah
(penglihatan dengan penglihatan), bukan tasybih al mar'iy bil mar'iy (objek
yang dilihat dengan objek yang dilihat). Jika pemahamannya melihat Allah berada
di atas sama seperti melihat bulan tentu itu disebutnya tasybih objek yang
dilihat dengan objek yang dilihat (al mar'iy bil mar'iy), karena objek yang
dilihat yaitu bulan berada di atas.
Imam Baihaqi menjelaskan riwayat "sebagaimana
melihat bulan" dengan kalamnya sebagai berikut :
أَخْبَرَنَا أَبُوْ مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ يُوْسُفَ الْأَصْبَهَانِيُّ، أَنَا أَبُوْ سَعِيْدِ بْنُ الْأَعْرَابِيِّ،
ثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الصَّبَّاحِ، ثَنَا وَكِيْعُ بْنُ
الْجَرَّاحِ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ
أَبِي حَازِمٍ، عَنْ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " كُنَّا
جُلُوْسًا عِنْدَ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرَ
إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ فَقَالَ: أَمَا إِنَّكُمْ سَتُعْرَضُوْنَ
عَلَى رَبِّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ فَتَرَوْنَهُ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لَا
تُضَامُوْنَ فِي رُؤْيَتِهِ فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوْا عَلَى
صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوْبِهَا فَافْعَلُوْا
"Telah
memberitakan kepada kami Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf Al-Asbahani, berkata:
Telah memberitakan kepada kami Abu Sa'id bin Al-A'rabi, berkata: Telah
meriwayatkan kepada kami Al-Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabbah, berkata: Telah
meriwayatkan kepada kami Waki' bin Al-Jarrah, berkata: Telah menceritakan
kepada kami Isma'il bin Abi Khalid, dari Qais bin Abi Hazim, dari Jarir bin
Abdullah, ia berkata: "Kami sedang duduk bersama Rasulullah ﷺ, lalu beliau melihat ke bulan pada malam
purnama, kemudian bersabda: 'Ketahuilah, sesungguhnya kalian akan diperlihatkan
kepada Rabb kalian 'Azza wa Jalla, lalu kalian akan melihat-Nya sebagaimana
kalian melihat bulan ini, tanpa ada kesulitan dalam melihat-Nya. Maka jika
kalian mampu untuk tidak meninggalkan shalat sebelum terbit matahari dan
sebelum terbenamnya, maka lakukanlah.'"
وَأَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ
مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ السُّلَمِيُّ، ثَنَا أَبُوْ الْعَبَّاسِ الْأَصَمُّ،
حَدَّثَنِيْ أَحْمَدُ بْنُ يُوْنُسَ الضَّبِّيُّ، ثَنَا يَعْلَى بْنُ عُبَيْدٍ،
ثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، فَذَكَرَهُ بِإِسْنَادِهِ وَمَعْنَاهُ،
زَادَ عِنْدَ قَوْلِهِ وَقَبْلَ غُرُوْبِهَا
ثُمَّ قَرَأَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ ربِّكَ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ
الْغُرُوْبِ [ق: 39]
Dan telah memberitakan kepada kami Abu Abdurrahman Muhammad
bin Al-Husain As-Sulami, berkata: Telah meriwayatkan kepada kami Abu Al-Abbas
Al-Asham, berkata: Telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Yunus Adh-Dhabi,
berkata: Telah meriwayatkan kepada kami Ya'la bin 'Ubaid, berkata: Telah
meriwayatkan kepada kami Isma'il bin Abi Khalid, lalu ia menyebutkannya dengan
sanad yang sama dan makna yang serupa, dengan tambahan pada perkataan 'sebelum
terbenamnya matahari,' lalu beliau membaca firman Allah: "Dan
bertasbihlah dengan memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum
terbenamnya" (Qaf: 39).
قَالَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللَّهُ:
سَمِعْتُ الشَّيْخَ الْإِمَامَ أَبَا الطَّيِّبِ سَهْلَ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ
سُلَيْمَانَ رَحِمَهُ اللَّهُ يَقُوْلُ فِيْمَا أَمْلَاهُ عَلَيْنَا فِي قَوْلِهِ:
لَا تُضَامُّوْنَ فِيْ رُؤْيَتِهِ بِضَمِّ التَّاءِ وَتشْدِيْدِ الْمِيْمِ
يُرِيْدُ لَا تَجْتَمِعُوْنَ لِرُؤْيَتِهِ مِنْ جِهَتِهِ، وَلَا يُضَمُّ
بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ لِذَلِكَ فَإِنَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُرَى فِي جِهَةٍ
كَمَا يُرَى الْمَخْلُوْقُ فِيْ جِهَةٍ وَمَعْنَاهُ بِفَتْحِ التَّاءِ لَا
تُضَامُوْنَ لِرُؤْيَتِهِ مِثْلَ مَعْنَاهُ بِضَمِّهَا، لَا تُضَامُوْنَ فِيْ
رُؤْيَتِهِ بِالِاجْتِمَاعِ فِي جِهَةٍ وَهُوَ دُوْنَ تَشْدِيْدِ الْمِيْمِ مِنَ الضَّيْمِ
مَعْنَاهُ: لَا تُظْلَمُوْنَ فِيْ رُؤْيَتِهِ بِرُؤْيَةِ بَعْضِكُمْ دُوْنَ بَعْضٍ
وَأَنَّكُمْ تَرَوْنَهُ فِي جِهَاتِكُمْ كَلِّهَا وَهُوَ يَتَعَالَى عَنْ جِهَةٍ،
قَالَ: وَالتَّشْبِيْهُ بِرُؤْيَةِ الْقَمَرِ لِيَقِيْنِ الرُّؤْيَةِ دُوْنَ
تَشْبِيهِ الْمَرْئِيِّ، تَعَالَى اللَّهُ عَنْ ذَلِكَ عُلُوًّا كَبِيرًا
Berkata Syaikh Imam Ahmad رحمه
الله: Aku mendengar Syaikh Imam Abu Ath-Thayyib Sahl bin Muhammad
bin Sulaiman رحمه الله berkata dalam apa
yang ia sampaikan kepada kami terkait sabda Nabi ﷺ:
'Lā tuḍāmūna fī ru’yatihi' (tidak ada kesulitan
bagi kalian dalam melihat-Nya), dengan dhammah (baris depan) pada huruf ta’ dan tasydid
(penekanan) pada huruf mim, maksudnya adalah: kalian tidak akan berkumpul untuk
melihat-Nya dari satu arah tertentu, dan sebagian kalian tidak akan dihimpit
oleh sebagian yang lain untuk itu. Karena sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla
tidak dilihat dari satu arah tertentu sebagaimana makhluk dilihat dari arah
tertentu. Adapun maknanya dengan fathah (baris atas) pada huruf ta', yakni lā
tuḍāmūna (tidak ada kesulitan),
maknanya serupa dengan yang sebelumnya: kalian tidak akan mengalami kesulitan
dalam melihat-Nya, dan kalian tidak akan dizalimi dalam penglihatan itu dengan
sebagian kalian melihat dan sebagian lainnya tidak, melainkan kalian semua akan
melihat-Nya dari arah kalian menghadap masing-masing seluruhnya sedangkan Allah
suci dari arah (bukan yang berada diarah mereka menghadap). Beliau berkata: Dan penyerupaan (dalam hadis tersebut)
dengan penglihatan bulan adalah untuk menegaskan keyakinan tentang kepastian
penglihatan, bukan penyerupaan terhadap objek yang dilihat. Maha Luhur Allah
yang suci dari itu semua, 'uluwwan kabīran."
[Kitab al I'tiqad 'ala Madzhab as Salaf. Hal. 128]
Kapasitas Imam Baihaqi di dalam menjelaskan aqidah salaf tidak diragukan lagi sehingga beliau menulis kitab al I'tiqod 'ala Madzhab as Salaf (keyakinan di atas madzhab salaf), karena Imam Baihaqi mendapatkan riwayat dengan sanad yang sampai kepada ulama salaf dan tentunya menjelaskan dengan penjelasan yang diwariskan turun temurun dari para ulama salaf dengan sanad. Sedangkan Wahabi mendapatkan riwayat hanya dari kitab tanpa sanad, sehingga dipastikan mereka menjelaskan secara otodidak.
0 comments:
Posting Komentar