الرد على الوهابية
Ar Rad 'alal Wahabiyyah
[BANTAHAN TERHADAP WAHABI] (10)
Wahabi
membuat fitnah terhadap KH Maimoen Zubair dengan bermodalkan potongan rekaman
suara KH Maimoen Zubair yang berbicara tentang sifat istawa berikut ini :
https://www.facebook.com/share/r/18HHRBUzdE/
Guru
dari Gus Baha tersebut dinisbatkan kepada aqidah mujassimah sebagaimana yang
diyakini Wahabi pada umumnya. Saya jadi teringat perkataan Imam Ibnul Jauzi di
dalam kitab Daf'u Syubah at Tasybih:
وَرَأَيْتُ
الرَّدَّ عَلَيْهِمْ لَازِمًا لِئَلَّا يُنْسَبُ الْإِمَامُ إِلَى ذَلِكَ
"Aku melihat membantah mereka (mujassimah) menjadi suatu keharusan supaya Imam Ahmad tidak dinisbatkan kepada keyakinan sesat yang demikian itu".
Maka
saya pun melihat menulis bantahan terhadap Wahabi menjadi suatu keharusan
supaya KH Maimoen Zubair tidak dinisbatkan kepada aqidah mujassimah.
Ini bantahannya:
Pada
potongan rekaman suara tersebut KH Maimoen Zubair membahas istawa dengan
mengutip kalam Imam Malik. Sehingga tidak salah apa yang dijelaskan oleh
beliau, karena Imam Malik adalah ulama salaf yang menempuh jalan "al
Imrōr ma'a i'tiqōd at tanzīh" yang artinya membiarkan sifat tanpa
ta'wil disertai keyakinan tanzih.
Para
pengikut Wahabi yang awam menyangka bahwa asyā'iroh hanya menempuh jalan
ta'wil sehingga tatkala menemukan kyai yang berkata dengan sifat Allah tanpa
ta'wil mereka langsung menyangka menyamai aqidah mereka. Padahal sudah terkenal
dari semenjak zaman dulu sampai sekarang dikalangan ahli ilmu bahwa asyā'iroh
memiliki dua pendapat sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Tajudin as Subkiy
berikut ini :
أَقُولُ
لِلأَشَاعِرَةِ قَوْلَانِ مَشْهُورَانِ فِي إِثْبَاتِ الصِّفَاتِ: هَلْ تُمَرُّ
عَلَى ظَاهِرِهَا مَعَ اعْتِقَادِ التَّنْزِيْهِ أَوْ تُؤَوَّلُ؟
وَالْقَوْلُ بِالإِمْرَارِ مَعَ اعْتِقَادِ
التَّنْزِيْهِ هُوَ الْمَعْزُوُّ إِلَى السَّلَفِ، وَهُوَ اخْتِيَارُ الإِمَامِ
فِي الرِّسَالَةِ النِّظَامِيَّةِ وَفِي مَوَاضِعَ مِنْ كَلَامِهِ. فَرُجُوعُهُ
مَعْنَاهُ الرُّجُوعُ عَنِ التَّأْوِيْلِ إِلَى التَّفْوِيْضِ، وَلَا إِنْكَارَ
فِي هَذَا وَلَا فِي مُقَابِلَتِهِ، فَإِنَّهَا مَسْأَلَةٌ اجْتِهَادِيَّةٌ، أَعْنِي
مَسْأَلَةَ التَّأْوِيلِ أَوِ التَّفْوِيضِ مَعَ اعْتِقَاد التَّنْزِيْهِ
Aku
berkata : Asya'iroh memiliki dua pendapat yang sudah terkenal di dalam
menetapkan sifat-sifat : Apakah dibiarkan sesuai redaksinya disertai i'tiqōd
at tanzīh atau harus dita'wil ? Dan pendapat yang menyatakan biarkan
disertai i'tiqōd at tanzīh adalah pendapat yang disandarkan kepada ulama
salaf dan pendapat tersebut adalah pilihan Imam Haramain di dalam kitab Riasalah
an Nidzomiyyah dan di dalam beberapa tempat perkataannya. Maka ruju'nya
Imam Haramain maknanya adalah ruju' dari ta'wil menuju tafwidh. Tidak ada
pengingkaran di dalam hal ini dan juga pada sebaliknya, karena masalah ini
adalah masalah yang sifatnya ijtihadiyyah, maksud ku masalah ta'wil dan tafwidh
disertai i'tiqōd at tanzīh.
إِنَّمَا
الْمُصِيبَةُ الْكُبْرَى وَالدَّاهِيَةُ الدَّهْيَاءُ الْإِمْرَارُ عَلَى
الظَّاهِرِ وَالِاعْتِقَادُ أَنَّهُ الْمُرَادُ وَأَنَّهُ لَا يَسْتَحِيلُ عَلَى
الْبَارِي، فَذَلِكَ قَوْلُ الْمُجَسِّمَةِ عِبَادِ الْوَثَنِ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ
زَيْغٌ يَحْمِلُهُمُ الزَّيْغُ عَلَى اتِّبَاعِ الْمُتَشَابِهِ ابْتِغَاءَ
الْفِتْنَةِ، عَلَيْهِمْ لَعَائِنُ اللَّهِ تَتْرَى وَاحِدَةً بَعْدَ أُخْرَى. مَا
أَجْرَأَهُمْ عَلَى الْكَذِبِ وَأَقَلَّ فَهْمَهُمْ لِلْحَقَائِقِ.
Sesungguhnya musibah terbesar dan bencana yang dahsyat
adalah menetapkan makna zahir (dari teks-teks sifat Allah) dan meyakini bahwa
itulah yang dimaksud, serta beranggapan bahwa hal tersebut tidak mustahil bagi
Allah. Pendapat seperti itu adalah pendapat kaum mujassimah (yang menyerupakan
Allah dengan makhluk), para penyembah berhala, yang di dalam hati mereka
terdapat penyimpangan. Penyimpangan itu mendorong mereka untuk mengikuti
ayat-ayat yang mutasyabih (samar maknanya), demi mencari fitnah. Atas mereka
laknat Allah bertubi-tubi, satu demi satu. Betapa beraninya mereka terhadap
kebohongan, dan betapa sedikitnya pemahaman mereka terhadap kebenaran!
[Kitab Thabaqōt asy Syafī'iyyah al Kubro. Hal. 191, juz 5]
Di
dalam masalah ini nampaknya KH Maimoen Zubair menyamai Imam Haramain, karena
sama sekali tidak membahas ta'wil dari sifat istawa dan pada zaman dulu pun
Imam Haramain mengalami fitnah yang sama dengan yang dialami oleh KH Maimoen
Zubair sekarang, sehingga murid-muridnya sibuk menulis bantahan, termasuk di
sana Imam Tajudin as Subkiy sebagai sesama asyā'iroh menulis penjelasan
untuk membantah mujassimah.
Jika
dikatakan : Di sana KH Maimoen Zubair mengatakan istawa diketahui maknanya.
Maka dikatakan padanya : Na'am, tidak diingkari bahwa ada sebagian asyā'iroh
yang mengatakan istawa diketahui maknanya karena mereka membawa istawa kepada
makna al 'Uluw (tinggi) dengan sebab Allah memiliki asma al 'Aliy (yang maha
tinggi), namun dipastikan maksudnya bukan tinggi menetap pada satu arah yaitu
arah atas karena ulama yang memaknai istawa dengan makna tinggi menjadikan
istawa sebagai sifat dzat sebagaimana yang dikatakan Imam Ibnu Hajar al
Asqalani berikut ini :
وَاخْتَلَفَ أَهْلُ السُّنَّةِ هَلِ الِاسْتِوَاءُ
صِفَةُ ذَاتٍ أَوْ صِفَةُ فِعْلٍ فَمَنْ قَالَ مَعْنَاهُ عَلَا قَالَ هِيَ صِفَةُ
ذَاتٍ وَمَنْ قَالَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالَ هِيَ صِفَةُ فِعْلٍ
Para ulama Ahlussunnah berbeda pendapat apakah istiwa
sifat dzat atau sifat perbuatan. Ulama yang berkata maknanya tinggi mengatakan
istiwa adalah sifat dzat, sedangkan ulama yang mengatakan selain demikian
berkata istiwa adalah sifat perbuatan.
[Kitab Fāthul Bāri. Hal. 406, juz 13]
Sudah
ma'lum bahwa sifat dzat adalah sifat azaliyah, yaitu sifat yang ada sebelum
mahluk diciptakan, maka ulama yang menetapkan istawa dengan makna tinggi
meyakini Allah adalah yang tinggi sebelum mahluk diciptakan sehingga mustahil
meyakini sifat tinggi tersebut dengan makna menetap pada satu arah yaitu arah
atas, karena tidak ada arah sebelum mahluk diciptakan. Lalu jika ditanya jika
bukan tinggi menetap pada satu arah lantas apa yang dimaksud dari sifat tinggi tersebut?
Maka dikatakan padanya ilmunya diserahkan kepada Allah. Jadi ulama yang membawa
istawa kepada sifat tinggi tetap harus mentafwidh makna tinggi yang disifatkan
kepada Allah.
0 comments:
Posting Komentar